Minggu, 12 Juli 2015

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN BEROBAT PASIEN DIABETES MELITUS DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM DI BLUD RSU BAHTERAMAS SULAWESI TENGGARA TAHUN 2015



BAB I
PENDAHULUHAN
A.    Latar Belakang
Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemik kronik yang disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Mansjoer dkk.,2005). Sedangkan menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia Diabetes Melitus klinis adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya.   
Penatalaksanaan Diabetes Melitus mempunyai tujuan utama untuk mencoba    menormalkan  aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler dan neuropatik. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan Diabetes Melitus yaitu diit, latihan teratur, penyuluhan, obat (OAD. dan insulin), cangkok pankreas (Tjokroprawiro, 2005).
International Diabetes Federation, (2010, disitasi oleh Perkeni, 2012) menyatakan berdasarkan hasil surveinya diasumsikan prevalensi kejadian diabetes mellitus di Indonesia tahun 2010 sebesar 4,6%. Penyakit diabetes mellitus di Indonesia menunjukkan peningkatan yang signifikan, berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2013 terjadi peningkatan kasus sebesar 1,2%.
Badan Pusat Statistik Indonesia (2013) memperkirakan penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun yang menderita diabetes melitus sebanyak 133 juta jiwa. Dengan prevalensi Diabetes melitus pada daerah urban sebesar 14,7 % dan daerah rural sebesar 7,2% maka diperkirakan pada tahun 2020 terdapat penderita diabetes melitus sejumlah 8,2 juta  di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural. Selanjutnya berdasarkan pola pertambahan penduduk ,diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada  194 juta penduduk yang berusia diatas 20 tahun  dan dengan asumsi prevalensi Diabetes melitus pada urban(14,7 %) dan rural (7,2 %) maka diperkirakan  terdapat 12 juta Diabetesi  di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural. Suatu jumlah yang sangat besar dan merupakan beban yang sangat berat untuk di tangani sendiri oleh semua tenaga kesehatan yang ada (Perkeni, 2006).
Di BLUD RSU Bahteramas Sulawesi Tenggara jumlah pasien Diabetes Melitus yang berobat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam menempati peringkat pertama. Pada tahun 2012 jumlah kunjungan pasien Diabetes Melitus sebanyak 690 kunjungan. Pada tahun 2013 kunjungan pasien Diabetes Melitus sebanyak 761 kunjungan dan tahun 2014 kunjungan pasien Diabetes Melitus sebanyak 695 kunjungan (Catatan Medik BLUD RSU Bahteramas Sulawesi Tenggara, 2014).
Mengingat  begitu kompleksnya  permasalahan Diabetes Melitus diperlukan pengetahuan yang cukup tentang Diabetes Melitus.  Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Dengan pengetahuan yang cukup di harapkan pasien dapat mengetahui gejala, kebutuhan gizi dan bagaimana mencegah atau pengelolaan  masalah-masalah kesehatan yang ada. Selain itu suatu informasi  yang di berikan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang yang kemudian akan menjadi dasar bagi orang tersebut untuk melakukan sesuatu hal dalam kehidupannya untuk berbagai tujuan yang di inginkan 
Pengetahuan yang baik terkait kepatuhan pasien terhadap Berobat diabetes melitus akan memberikan efek terhadap sikap pasien dalam menjalani Berobat diabetes melitus. Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan terhadap suatu objek adalah pendapat mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unforable) pada objek tersebut. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu, kesiapan dimaksud merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon (Azwar A, 2005).
Penelitian yang dilakukan oleh saekhatun (2008) yang menyimpulkan bahwa semakin tinggi pengetahuan dan sikap seorang pasien, maka semakin meningkat juga kemauan untuk mencari sumber pengobatan. Hasil penelitian yang dilakukan Hendi(2001), menunjukkan hasil sebaliknya yaitu tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan pasien DM terhadap kepatuhan untuk berobat. Hal ini disebabkan karena responden merasa DM merupakan penyakit yang suasah disembuhkan sehingga tidak banyak manfaat untuk berobat lebih lama. Sedangkan menurut Sari(2007) terdapat hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan berobat, ada korelasi positif, semakin tinggi pengetahuan maka semakin patuh dalam berobat.
Sikap yang baik terhadap suatu objek akan nmempengaruhi kecenderungan seseorang dalam bertindak. Tindakan kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan (Notoatmodjo, 2007).
Tindakan/ perilaku sehubungan dengan pengobatan (health seeking behavior) , yaitu perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan, misalnya usaha-usaha mengobati sendiri penyakitnya, atau mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern (Puskesmas, mantra, dokter praktek dan sebagainya), maupun ke fasilitas kesehatan tradisional (dukun, sinshe dan sebagainya). Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan Bahwa perilaku adalah tindakan atau perubahan suatu organism yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Semakin baik perilaku maka resiko terjadinya suatu penyakit semakin kecil. Perilaku/ tindakan yang sesuai dalam pengobatan Diabetes Melitus akan menurunkan kasus risiko terjadinya Diabetes Melitus.
Dukungan anggota keluarga dan sahabat, teman, kenalan, tetangga, dan teman kerja serta instansi dan petugas kesehatan akan memberikan efek positif terhadap kepatuhan pasien berobat . Dukungan sosial adalah bantuan dan dukungan yang diterima individu dari hasil interaksinya dengan orang lain. Dukungan sosial adalah menerima dan merasakan kenyamanan, perhatian, penghargaan dan bantuan yang diberikan orang lain atau sekelompok orang yang dapat meningkatkan perilaku hidup sehat (Cohen & Wills, 2008).
Studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 04 Maret 2015 terhadap perawat, pasien dan keluarganya di Poliklinik Penyakit Dalam BLUD RSU Bahteramas Sulawesi Tenggara sedikit banyak mendapatkan gambaran bahwa ada sebagian pasien yang belum jelas tentang penyakitnya. Beberapa pasien mengatakan tidak teratur berobat dengan alasan tidak mempunyai biaya. Oleh karena itu, penulis ingin mengetahui faktor-faktor apakah yang berhubungan dengan kepatuhan pasien diabetes melitus dalam berobat di poliklinik penyakit dalam di BLUD RSU Bahteramas  Sulawesi Tenggara

B.     Perumusan Masalah

  Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kepatuhan pasien diabetes melitus dalam Berobat di poliklinik penyakit dalam di BLUD RSU Bahteramas  Sulawesi Tenggara?
C.    Tujuan Penelitian
1.      Untuk mengetahui hubungan pengetahuan terhadap tingkat kepatuhan pasien diabetes mellitus dalam berobat di Poliklinik Penyakit Dalam BLUD RSU Bahteramas Sulawesi Tenggara.
2.      Untuk mengetahui hubungan sikap terhadap tingkat kepatuhan pasien diabetes mellitus dalam berobat di Poliklinik Penyakit Dalam BLUD RSU Bahteramas Sulawesi Tenggara.
3.      Untuk mengetahui hubungan tindakan terhadap tingkat kepatuhan pasien diabetes mellitus dalam berobat di Poliklinik Penyakit Dalam BLUD RSU Bahteramas Sulawesi Tenggara
4.      Untuk mengetahui hubungan dukungan sosial terhadap tingkat kepatuhan pasien diabetes mellitus dalam berobat di Poliklinik Penyakit Dalam BLUD RSU Bahteramas Sulawesi Tenggara.
D.    Manfaat Penelitian
1.      Bagi Masyarakat
Dapat memberikan dukungan sosial pada pasien Diabetes Melitus agar lebih meningkatkan kepatuhan dalam berobat Diabetes Melitus, sehingga dapat mencegah kekambuhan.
2.      Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan evaluasi untuk lebih meningkatkan dukungan dan partisipasi anggota keluarga supaya meningkatkan kepatuhan pasien Diabetes Melitus dalam menjalankan Berobat.
3.      Bagi Peneliti
Penelitian ini merupakan bagian proses belajar dan pengalaman yang berharga untuk mengaplikasikan ilmu yang didapat selama kuliah serta meningkatkan wawasan peneliti tentang proses penelitian
4.      Bagi Institusi
Sebagai bahan acuan bagi pengembangan kurikulum pendidikan kesehatan agar pendidikan senantiasa peka terhadap kenyataan yang ada dilapangan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Tinjauan Tentang Diabetes Melitus
1.      Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes Melitus adalah penyakit metabolisme karbohidrat yang pada tingkat lanjut bermanifestasi  sebagai hiperglikemi, atau glikosuria atau pemecahan protein berlebihan dan katabolisme lemak yang dapat mengakibatkan ketosis dan asidosis. Sedangkan menurut Perkeni (2008), Diabetes Melitus adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemi yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya  efektifitas biologis dari insulin atau keduanya
2.      Klasifikasi Diabetes Melitus 
Menurut klasifikasi klinis, Diabetes Melitus terdiri dari :
a.       Diabetes Melitus tipe tergantung insulin atau tipe I
b.      Diabetes Melitus tidak tergantung insulin atau tipe II
c.       Diabetes tipe lain yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu, misalnya penyakit pancreas, hormonal, obat atau bahan kimia, kelainan reseptor, kelainan genital (Perkeni, 2008).
3.      Gejala klinis Diabetes Melitus
Gejala klasik Diabetes Melitus adalah rasa haus yang berlebihan, sering buang air kecil terutama pada malam hari dan berat badan menurun dengan cepat. Disamping itu kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, gairah seks menurun, luka sukar sembuh dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi diatas 4 kg. Kadang ada pasien yang tidak merasakan adanya keluhan, mereka mengetahui adanya diabetes karena pada saat check up ditemukan kadar gula darah tinggi. Kriteria diagnostic Diabetes Melitus: (a) kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) > 200 mg/dl atau (b) kadar glukosa darah puasa (plasma vena) > 126 mg/dl puasa berarti tidak ada masukan kalori sejak 10 jam terakhir atau (c) kadar glukosa plasma >200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gr.
4.      Faktor resiko Diabetes Melitus
Diabetes merupakan penyakit keturunan, tetapi faktor keturunan saja tidak cukup. Diperlukan faktor lain atau faktor resiko/pencetus adalah : adanya virus (pada  IDDM), kegemukan, pola makan yang salah, minum obat-obat yang bisa menaikkan kadar gula darah, proses penuaan, stress dan lain-lain.
5.      Komplikasi Diabetes Melitus
Beberapa komplikasi Diabetes Melitus (Mansjoer dkk., 2009) adalah
a.    Akut
1.      Hipoglikemi dan hiperglikemi
2.      Penyakit makrovaskuler: mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah vaskuler),
3.      Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati,
4.      Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh pada gastro intestinal, kardiovaskuler
b.      Komplikasi menahun Diabetes Melitus
Komplikasi menahun yang terjadi pada Diabetes Melitus antara lain: neuropati diabetic, retinopati diabetic, nefropati diabetic, proteinuria, kelainan koroner, ulkus atau gangren
6.      Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Tujuan utama terapi Diabetes Melitus adalah mencoba menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler dan neuropatik. Tujuan terapi pada setiap tipe Diabetes Melitus adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan pada pola aktifitas pasien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan Diabetes Melitus, yaitu: diet, latihan, penyuluhan, obat, cangkok pankreas.
B.     Tinjauan Tentang Kepatuhan Berobat
Kepatuhan disebut juga ketaatan adalah derajat dimana penderita mengikuti anjuran klinis dari dokter yang mengobatinya. Kepatuhan adalah sebagai tingkat pasien melaksanakan cara Berobat dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau perawat
Menurut Schwarzt dan Griffin, perilaku kepatuhan tergantung pada situasi klinis spesifik, sifat alam penyakit dan program Berobat. Kondisi yang dapat menurunkan kepatuhan dalam Berobat antara lain: Regimen yang rumit (banyak jenis obat yang diberikan), menimbulkan efek samping secara dini dan terus menerus, efek manfaat yang lambat munculnya, bila terapi dihentikan  dirasa tidak menimbulkan kekambuhan, klien sulit menerima informasi (inteligensia rendah, gangguan pendengaran dan penglihatan, buta huruf), masalah keuangan, terlalu banyak dokter yang menangani serta hubungan dokter dan pasien buruk. Ketidak patuhan ini sebagai masalah medis yang berat, dan oleh karena itu bahwa mentaati rekomendasi berobat yang dianjurkan dokter merupakan masalah yang sangat penting
Perilaku yang paling menonjol yang berhubungan dengan ketidakpatuhan dalam Berobat adalah tentang alasan untuk ketidakpatuhan meminimalkan keparahan masalah, penyakit kronik yang ditandai dengan interval asimptomatik, pemberian pelayanan Berobat yang sering berubah, mencari penyembuhan secara mukjizat, rasa bersalah mempengaruhi pencapaian perawatan teratur, kepedulian tentang kontrol. Perilaku ketidakpatuhan tindakan medik adalah perilaku destruktif diri yang tidak langsung Secara umum, ketidakpatuhan berobat dapat meningkatkan resiko berkembangnya masalah kesehatan atau memperpanjang serta dapat memperburuk kesakitan yang sedang diderita (Sarafino, 2010).
Berbagai aspek komunikasi antar pasien dengan dokter mempengaruhi tingkat ketidaktaatan misalnya, informasi dengan pengawasan yang kurang, ketidak puasan terhadap aspek hubungan emosional dengan dokter, ketidak puasan terhadap berobat yang diberikan. Dalam rangka meningkatkan kepatuhan pasien dalam berobat berbagai cara dan strategi telah dilakukan antara lain meningkatkan ketrampilan dalam berkomunikasi antara petugas kesehatan dengan pasien, memberikan informasi yang jelas dan lebih spesifik, melibatkan dukungan sosial dari orang terdekat dan keluarga.
Riset menunjukkan bahwa jika dukungan anggota keluarga diperoleh kepatuhan akan meningkat lebih tinggi. Ada beberapa intervensi yang di kombinasikan dengan metode lain untuk meningkatkan kepatuhan dan kemungkinan ada beberapa yang kurang sukses, diantaranya:
1.      Pengelolaan diri tentang prosedur untuk meningkatkan perilaku kepatuhan   Berobat dengan mencatat jadwal dan memberi tanda pada saat pelaksanaan.
2.      Pengingat, Setiap petugas kesehatan maupun setiap anggota keluarga diharapkan untuk memberi semangat dengan mengingatkan keteraturan minum obat.
3.      Penguatan, yaitu suatu system pemberian hadiah untuk meningkatkan kepatuhan
4.      Pengawasan, dalam satu keluarga dibentuk seseorang yang bertanggung jawab  dalam minum obat dan kontrol.
5.      Meningkatkan keterlibatan  keluarga dalam  memonitor pemberian obat oral dan insulin.
Ketidakpatuhan  sulit dianalisa karena sulit diukur dan didefinisikan, selain itu tergantung banyak faktor. Gerungan (2008), mendiskripsikan faktor yang berhubungan dengan perilaku kesehatan ada tiga yaitu: Faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong. Dari faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku kesehatan merupakan kerangka konsep penelitian yang tiap konsep mempunyai variabel sebagai indikasi pengukuran pada masing-masing konsep tersebut (Notoatmodjo, 2007). Untuk faktor predisposisi dapat melalui variabel pengetahuan, pendidikan, kepercayaan, sikap dan persepsi. Faktor pendukung melalui variabel dukungan sosial yaitu dukungan emosional, dukungan penilaian, dukungan informasi dan dukungan instrumental.
C.    Tinjauan Tentang Pengetahuan
1.      Definisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007).
Dengan pengetahuan perilaku seseorang akan lebih langgeng daripada yang tidak didasari pengetahuan. Ada beberapa proses yang berurutan sebelum orang itu mengadopsi perilaku yang baru yaitu:
a.       Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
b.      Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.
c.       Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d.      Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.

e.       Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan  pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

2.      Tingkat Pengetahuan di dalam domain kognitif

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan:

a.       Tahu (know), tahu diartikan sebagai mengingat materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk dapat mengingat kembali (recall). Tahu merupakan tinngkat pengetahuan yang paling rendah.

b.      Memahami (comprehension), memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang diketahui, dan dapat menginterupsikan materi secara benar.

c.       Aplikasi (application), aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

d.      Analisis (analysis), analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan  materi atau suatu  objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi  dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e.       Sintesis (synthesis), sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau dengan kata lain suatu kemempuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada.

f.       Evaluasi (evaluation), evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan criteria yang telah ada.

Indikator yang dapat digunakan utuk mengetahui tingkat pengetahuan seseorang terhadap kesehatan adalah

a.      Pengetahuan tentang penyakit yang meliputi:
1.      Penyebab
2.      Gejala atau tanda
3.      Bagimana cara pengobatan
4.      Bagaimana cara penularannya
5.      Bagaimana cara pencegahannya
b.      Pengetahuan tentang cara pemeliharaan  kesehatan dan cara hidup sehat, meliputi:
1.      Jenis-jenis makanan yang begizi
2.      Manfaat makanan yang bergizi bagi kesehatannya
3.      Pentingnya olah raga bagi kesehatan
4.      Penyakit-penyakit atau bahaya-bahaya merokok, minuman keras, narkoba, dan sebagainya
5.      Pentingnya istirahat cukup, relaksasi, rekreasi, dan sebagainya bagi kesehatan, dan sebagainya


c.       Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan:
1.      Manfaat air bersih
2.      Cara-cara pembuangan limbah yang sehat, termasuk pembuangan kotoran yang sehat, dan sampah
3.      Manfaat pencahayaan dan penerangan rumah yang sehat, d). Akibat polusi (polusi air, udara dan tanah) bagi kesehatan, dan sebagainya
4.      Akibat populasi (populasi air, udara dan tanah) bagi kesehatan dan sebagainya.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan di dalam masyarakat adalah:
a.       Sosial ekonomi, lingkungan sosial seseorang akan sangat berpengaruh terhadap tingginya pengetahuan terhadap suatu objek, sedangkan ekonomi dikaitkan dengan pendidikan. Dengan ekonomi yang lebih baik, tingkat pendidikan diharapkan akan lebih tinggi sehingga kemungkinan tingkat pengetahuan juga akan semakin tinggi.
b.      Kultur (mencakup budaya dan agama), suatu kultur dalam masyarakat akan sangat mempengaruhi pemahaman atau tingkat pengetahuan seseorang, karena suatu informasi yang diterimanya akan dicocokkan terlebih dahulu apakah informasi tersebut sesuai dengan kultur atau agama yang dianut.

c.       Pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan, maka seseorang akan dengan mudah menerima informasi yang baru sehingga akan dengan mudah menyesuaikan dengan hal baru tersebut, tetapi tidak menutup kemungkinan yang mempunyai pendidikan rendah mempunyai sikap yang lebih baik.
d.      Pengalaman, dalam hal ini yang berkaitan dengan umur dan tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin luas pula tingkat pengetahuannya, sedangkan pada seseorang yang berusia tua akan semakin luas pengalamannya.
D.    Tinjauan Tentang Sikap
Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan terhadap suatu objek adalah pendapat mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unforable) pada objek tersebut. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu, kesiapan dimaksud merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon (Azwar A, 2005).
Sikap adalah perilaku sebagai reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulasi atau objek. Manifestasi Sikap tidak dapat langsung dilihat hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu, secara nyata sikap menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Menurut Allport, 1954 dalam Notoatmodjo (2007), menyatakan bahwa sikap mempunyai 3 komponen yaitu kepercayaan, ide dan konsep terhadap objek, kehidupan emosional dan kecenderungan untuk bertindak. Seperti halnya pengetahuan sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu:
1.      Menerima (Receiving), yaitu menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulasi yang diterima/diberikan (objek).
  1. Merespon (Responding), yaitu memberikan jawaban jika ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan suatu tugas berarti orang tersebut menerima ide tersebut.
  2. Menghargai (Valuing), yaitu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah.
  3. Bertanggungjawab (Responsible), yaitu bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala risiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo S, 2007).
Pengukuran sikap dilakukan dengan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat responden terhadap suatu objek. Struktur sikap terdiri tiga komponen yang saling menunjang yaitu kognitif, afektif dan konatif. Kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional dan komponen konatif merupakan kecenderungan berprilaku tertentu sesuai sikap yang dimiliki seseorang (Notoatmodjo S, 2007).
Hal-hal yang mempengaruhi sikap yaitu budaya karena kita hidup dalam budaya sosial yang mengutamakan kehidupan berkelompok, pengaruh media massa terhadap sikap tidaklah sebesar pengaruh interaksi individual secara langsung, namun dalam proses pembentukan dan perubahan sikap peranan media massa tidak kecil artinya. Lembaga pendidikan dan agama juga mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap, pemahaman akan baik dan buruk, merupakan garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan (Azwar A, 2005).
Pelayanan pengobatan pasien Diabetes Melitus adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang dengan landasan faktor materi melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya. Pelayanan dapat diukur, oleh karena itu ditetapkan standar baik dalam hal waktu yang diperlukan maupun hasil-hasilnya, dengan adanya standar agar hasil akhir dapat memuaskan bagi pihak yang mendapatkan pelayanan (Notoatmodjo S, 2007).
E.     Tinjauan Tentang Tindakan
Tindakan kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan (Notoatmodjo, 2007).
Notoatmodjo (2007) mengemukakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perubahan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku tidak sama dengan sikap. Sikap hanya sebagian dari perilaku manusia. Stimulus atau rangsangan disini mencakup 4 unsur pokok, yakni sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan. Secara lebih terperinci perilaku kesehatan itu mencakup
Tindakan seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia berespons baik secara pasif (mengetahui, bersikap dan mempersepsikan penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan di luar dirinya, maupun aktif (tindakan) yang dilakukan terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit, yakni :
1.      Tindakan sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion behavior), misalnya makan makanan yang bergizi, olahraga dan sebagainya.
2.      Tindakan pencegahan penyakit (health prevention behavior), adalah respon untuk melakukan pencegahan penyakit
3.      Tindakan sehubungan dengan Berobat (health seeking behavior), yaitu perilaku untuk melakukan atau mencari Berobat, misalnya usaha-usaha mengobati sendiri penyakitnya, atau mencari Berobat ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern (Puskesmas, mantra, dokter praktekdan sebagainya), maupun ke fasilitas kesehatan tradisional (dukun, sinshe dan sebagainya).
4.      Tindakan sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior), yaitu perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit. Misalnya melakukan diet, mematuhi anjuran-anjuran dari petugas kesehatan dalam rangka pemulihan kesehatannya.


5.      Tindakan terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respon seseorang kepada sistem pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut respon terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan dan obat-obatannya yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan penggunaan fasilitas, petugas dan obat-obatan.
6.      Tindakan terhadap makanan (nutrition behavior), yakni respons seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek kita terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya (zat gizi), pengelolaan makanan dan sebagainya sehubungan dengan kebutuhan tubuh kita.
7.      Tindakan terhadap lingkungan kesehatan (environment health behavior), yakni respon seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri (Notoatmodjo, 2007). Kebiasaan membangun dan tinggal di rumah keluarga yang besar dan seringkali tidak memenuhi syarat bangunan memudahkan terjadinya penularan penyakit. Sikap orang terhadap lingkungan sangat dipengaruhi lingkungan sosial. Sikap orang terhadap penyakit, Berobat, pemanfaatan layanan Berobat, pencegahan penyakit dan lain-lainnya juga ditentukan oleh lingkungan ini.
  Di dalam proses pembentukan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain susunan saraf pusat, persepsi, motivasi, emosi, proses belajar, lingkungan dan sebagainya. Susunan saraf pusat memegang peranan penting dalam perilaku manusia, karena merupakan pusat perpindahan dari rangsangan yang masuk terjadi perbuatan atau tindakan. Impuls-impuls saraf indra pendengaran, penglihatan, pembauan, pengecapan dan perabaan disalurkan dari tempat terjadinya rangsangan.
Perubahan-perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi. Persepsi adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui panca indra. Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda, meskipun mengamati terhadap objek yang sama. Motivasi yang diartikan sebagai suatu dorongan untuk bertindak untuk mencapai suatu tujuan juga dapat terwujud dalam bentuk perilaku dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).
Faktor interen mencakup pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi dan sebagainya berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar. Sedangkan faktir ekstern meliputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun non fisik seperti iklim, manusia, sosial ekonomi, kebudayaan dan suatu objek.
F.     Tinjauan Tentang Dukungan Sosial
1.      Pengertian Dukungan Sosial
Dukungan sosial adalah bantuan dan dukungan yang diterima individu dari hasil interaksinya dengan orang lain. Dukungan sosial adalah menerima dan merasakan kenyamanan, perhatian, penghargaan dan bantuan yang diberikan orang lain atau sekelompok orang yang dapat meningkatkan perilaku hidup sehat (Cohen & Wills, 2008). Dukungan sosial adalah perasaan individu mendapat perhatian dan disenangi, dihargai dan termasuk bagian dari masyarakat
2.      Sumber Dukungan Sosial
Dukungan sosial dapat diperoleh dari beberapa sumber. Sumber dukungan dapat dibagi menjadi tiga level yaitu level primer (anggota keluarga dan sahabat), level sekunder (teman, kenalan, tetangga, dan teman kerja) dan level tersier (instansi dan petugas kesehatan). Menurut Powell (1983), dukungan sosial merupakan sumber penanggulangan yang paling utama dalam menghadapi masalah, selain konstitusi, intelegensia, sumber keuangan, agama, hobi dan cita-cita. Individu yang mendapatkan dukungan sosial kelihatan lebih tahan terhadap pengaruh psikologis dari stressor lingkungannya daripada individu yang tidak mendapatkan dukungan sosial
3.      Batasan dukungan sosial
Ada beberapa batasan yang dikemukakan para ahli tentang dukungan sosial. Smet (2010) menyatakan dalam definisi operasionalnya tentang dukungan sosial: “dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima”. Penelitian terdahulu memberi batasan dukungan sosial sebagai sejumlah kontak dengan orang lain, yang dapat dipertahankan dalam jaringan sosial, atau luas pergaulan yang dimiliki dan dipertahankan seseorang dalam jaringan sosial, atau rasa puas individu atas hubungan yang dipertahankan dengan orang lain dalam hubungan sosial
4.      Dukungan sosial dan kesehatan
Pengaruh dukungan sosial terhadap kesehatan dapat diterangkan melalui hipotesis penyangga (buffer hypotesis) dan hipotesis efek langsung (direct effect hypotesis) oleh Smet (2010). Menurut hipotesis penyangga, dukungan sosial mempengaruhi kesehatan  secara langsung maupun tidak langsung serta mampu menimbulkan pengaruh positif bagi kesejahteraan psikis maupun fisik.
5.      Bentuk-bentuk dukungan sosial
Menurut Smet (2010) ada empat jenis dukungan sosial, yaitu: dukungan emosional yang meliputi ungkapan, empati, keperdulian, dan perhatian terhadap seseorang; dukungan penghargaan yang umumnya diberikan melalui ungkapan penghormatan akan hal-hal yang positif dimiliki seseorang,dukungan untuk maju atau persetujuan atas gagasan atau perasaan individu dan perbandingan positif orang itu dengan orang lain; dukungan instrumental, meliputi bantuan seperti pemberian pinjaman uang atau pekerjaan kepada seseorang ketika ia membutuhkan; dukungan informative, meliputi pemberian nasehat, petunjuk, saran atau umpan balik (Smet, 2010).
Dukungan sosial digolongkan dalam empat fungsi dasar yaitu: esteem support, information support, instrumental support, dan social companionship. Esteem support membuat seseorang tahu bahwa ia tetap dicintai dan diterima meskipun ia memiliki kekurangan dan kelemahan. Information support mengarah pada bantuan yang diterima seseorang untuk mengerti dan mendefinisikan  saat keadaan menjadi membingungkan atau tak mudah untuk dipahami. Instrumental support meliputi dukungan nyata dibidang finansial, pelayanan atau material (Brunner & Suddart, 2002). Social companionship, merupakan dukungan yang diperoleh dari meluangkan waktu melalui rekreasi atau beraktifitas diwaktu luang, hal ini dapat membantu individu untuk mengatasi situasi yang sulit dengan mengalihkan perhatiannya dari masalahnya atau menfasilitasi suasana hati yang positif
6.      Faktor yang mempengaruhi dukungan sosial
Ada beberapa factor yang mempengaruhi dukungan sosial yaitu :
a.       Umur
Umur berkaitan terhadap dukungan sosial dengan perubahan peran sosial dan hubungan yang menyertai dalam proses penuaan. Penurunan ini dapat terjadi setelah pensiun. Pada saat itu kontak sosial menurun dan kesempatan untuk bertemu dengan orang banyak berkurang. Pada usia tua juga sering kita jumpai adanya keterbatasan fisik yang tentu saja berpengaruh pada intensitas kontak sosial
b.      Jenis kelamin
Wanita dilaporkan memiliki hubungan sosial yang lebih luas dan lebih erat dibandingkan pria. Selain itu terdapat pula beda jenis dukungan sosial antara pria dan wanita.
c.       Tingkat pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang  hal ini tentu saja berpengaruh terhadap jumlah dukungan yang mungkin didapatkan.
d.      Status pernikahan.
Menikah dapat memberikan keuntungan terhadap kesehatan seseorang dengan penyediaan dukungan
G.    Kerangka Penelitian






Variabel Independen
 


 

A.     








Gambar 2.1  Konsep Penelitian

H. Hipotesis Penelitian
1. Ha : Ada hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan pasien Diabetes Melitus dalam berobat di Poliklinik Penyakit Dalam BLUD RSU Bahteramas Sulawesi Tenggara.
Ho          : Tidak Ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan pasien Diabetes Melitus dalam berobat di Poliklinik Penyakit Dalam BLUD RSU Bahteramas Sulawesi Tenggara.
2. Ha : Ada hubungan antara sikap dengan kepatuhan pasien Diabetes Melitus dalam berobat di Poliklinik Penyakit Dalam BLUD RSU Bahteramas Sulawesi Tenggara.
Ho          : Tidak Ada hubungan antara sikap dengan kepatuhan pasien Diabetes Melitus dalam dalam berobat di Poliklinik Penyakit Dalam BLUD RSU Bahteramas Sulawesi Tenggara.
3. Ha : Ada hubungan antara tindakan dengan kepatuhan pasien Diabetes Melitus dalam berobat di Poliklinik Penyakit Dalam BLUD RSU Bahteramas Sulawesi Tenggara.
Ho          : Tidak Ada hubungan antara tindakan dengan kepatuhan pasien Diabetes Melitus dalam berobat di Poliklinik Penyakit Dalam BLUD RSU Bahteramas Sulawesi Tenggara.
4. Ha : Ada hubungan antara dukungan sosial dengan kepatuhan pasien Diabetes Melitus dalam berobat di Poliklinik Penyakit Dalam BLUD RSU Bahteramas Sulawesi Tenggara.
Ho          : Tidak Ada hubungan antara dukungan sosial dengan kepatuhan pasien Diabetes Melitus dalam berobat di Poliklinik Penyakit Dalam BLUD RSU Bahteramas Sulawesi Tenggara.




















BAB III
METODE PENELITIAN
A.    Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif, dengan rancangan penelitian analitik korelasional dengan pendekatan  cross sectional. Bertujuan untuk mendapatkan faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pasien diabetes melitus dalam berobat di Poliklinik Penyakit Dalam di BLUD RSU Bahteramas Sulawesi Tenggara.
B.     Populasi dan Sample Penelitian
1.      Populasi
Populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti. Populasi penelitian adalah pasien yang telah terdiagnosa diabetes melitus yang memeriksakan diri di Poliklinik Penyakit Dalam BLUD RSU Bahteramas Sulawesi Tenggara pada saat penelitian dilakukan (Mei s/d Juni 2015) dengan estimasi populasi target sebesar 245 pasien. Populasi target ini diperoleh dari total kunjungan pasien perbulan selama Januari sampai Maret 2015.
2.      Sampel
Metode penentuan sampel dilakukan di Poliklinik Penyakit Dalam BLUD RSU Bahteramas Sulawesi Tenggara selama penelitian pada bulan Mei s/d Juni 2015. Cara menentukan ukuran sampel dengan menggunakan Nomogram Harry King dan didasarkan atas kesalahan 5 % sampai 15 %.
Jumlah Sampel                 =  15 % x Jumlah Populasi
                                          = 15 x 245   = 37 orang
                                                 100
Perkiraan drop out            = 10 % x jumlah sampel = 3 orang

sehingga total sampel adalah 40 orang.
 Pengambilan sampel menggunakan Metode Accidental sampling  yaitu tehnik pengambilan sampling yang ada pada saat dilakukan penelitian (Sugiyono, 2010). Dimana sampel pada penelitian dipilih adalah penderita diabetes melitus. Jika penderita telah dijadikan sample, maka pada kunjungan berikutnya tidak dijadikan lagi sebagai sampel pada penelitian ini. Adapun kriteria sampel pada penelitian ini adalah:
a.       Terdiagnosa diabetes mellitus
b.      Bersedia menjadi responden penelitian
c.       Dapat membaca dan menulis
d.      Dapat berkomunikasi dengan baik
C.    Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada 27 Mei s/d 24 Juni 2015 di Poliklinik Penyakit Dalam BLUD RSU Bahteramas Sulawesi Tenggara berdasarkan beberapa alasan:
1.      BLUD RSU Bahteramas Sulawesi Tenggara merupakan rumah sakit type B dan rujukan, sehingga karakteristik responden lebih berfariasi.
2.      Diabetes mellitus merupakan penyakit yang komplek sehingga membutuhkan pengetahuan tentang penanganannya serta dukungan sosial dari pihak lain untuk mencegah komplikasi yang lebih lanjut.
D.    Variabel Penelitian
1.      Variabel bebas
Variabel bebas pada penelitian ini ada empat yaitu tingkat pengetahuan, sikap, tindakan dan dukungan sosial.
2.      Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat kepatuhan berobat.
E.     Definisi Operasional dan skala pengukuran
1.      Diabetes Melitus adalah pasien yang tercatat di rekam medik sebagai penderita Diabetes Melitus yang berobat di Poliklinik Penyakit Dalam BLUD RSU Bahteramas Sulawesi Tenggara.
2.      Kepatuhan
Kepatuhan adalah derajat ketaatan berobat dan mengikuti anjuran klinis dari dokter pada pasien diabetes melitus yang berobat di Poliklinik Penyakit Dalam BLUD RSU Bahteramas Sulawesi Tenggara meliputi kepatuhan mematuhi diet Diabetes Melitus, latihan teratur dan kontrol rutin. Kepatuhan mempunyai tingkatan yang diukur dengan kuesioner dan akan dikategorikan menjadi dua yaitu patuh dan tidak patuh. Skala yang digunakan adalah skala ordinal.

Untuk pengukuran kepatuhan berobat diabetes melitus menggunakan kuesioner yang terdiri dari 10 pernyataan yang dibuat oleh penulis sendiri. Pernyataan menggunakan skala Guttman yang terdiri dari pernyataan “ya” dan “tidak”. Jika jawaban “ya” akan mendapatkan poin 1 dan bila “tidak” poin 0.
Kriteria penelitian kepatuhan berobat didasarkan atas skala Gutman, dengan jumlah pertanyaan keseluruhan sebanyak 10 nomor, jika responden menjawab “Ya” diberi nilai 1 dan jawaban “Tidak” di beri nilai 0. Kepatuhan diukur berdasarkan kuesioner yang telah diberi skor/bobot dengan menggunakan rumus                    interval kelas  (Sugiono,2010).
Dimana I = Interval skor tertinggi = 1 x 10 = 100%
R = Range/kisaran skor terendah 0 x 10 = 0%
K = Jumlah Kategori
Jadi interval I =
a.       Cukup baik rentang skor >50%
b.      Kurang baik rentang skor ≤ 50
3.      Pengetahuan
             Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh pasien diabetes mellitus tentang diabetes melitus di Poliklinik Penyakit Dalam BLUD RSU Bahteramas Sulawesi Tenggara yang meliputi definisi, tanda dan gejala, faktor resiko, komplikasi dan penatalaksanaannya. Pengetahuan mempunyai tingkatan tertentu yang diukur dengan kuesioner dan akan dikategorikan menjadi tiga yaitu baik, cukup baik dan kurang baik.     
             Untuk mengukur tingkat pengetahuan pasien tentang diabetes melitus dengan menggunakan pertanyaan tertutup, yang terdiri dari 10 item pertanyaan. Kuesioner terdiri dari pertanyaan favourable dan unfavourable. Untuk pertanyaan favourable jawaban benar diberi skor 1 dan jawaban yang salah diberi skor 0. Pada pertanyaan unfavourable skor 0 untuk jawaban yang benar dan skor 1 untuk jawaban yang salah. Skala yang digunakan untuk mengukur tingkat pengetahuan adalah skala ordinal.  
             Kriteria penelitian pengetahuan didasarkan atas skala Gutman, dengan jumlah pertanyaan keseluruhan sebanyak 10 nomor, jika responden menjawab “Ya” diberi nilai 1 dan jawaban “Tidak” di beri nilai 0. Pengetahuan diukur berdasarkan kuesioner yang telah diberi skor/bobot dengan menggunakan rumus                    interval kelas  (Sugiono,2010).
I  =  Interval Kelas
R  = Range/kisaran (100-0 = 100)
K = Jumlah kategori (2)
Interval Kelas : 100 / 2 = 50
Kriteria objektif:
a.       Cukup       : Jika jawaban responden > 50%
b.      Kurang      : Jika jawaban responden < 50%




3.      Sikap
            Untuk mengukur tingkat sikap pasien tentang diabetes melitus dengan menggunakan pertanyaan tertutup, yang terdiri dari 10 item pertanyaan. Kuesioner terdiri dari pertanyaan favourable dan unfavourable.
Jadi interval I =  50-10/2 = 20
a.       Cukup baik            : bila skor nilai total   > 50%
b.      Kurang baik          : bila skor nilai total  ≤ 50
4.      Tindakan
            Tindakan dalam pengobatan ini adalah aTindakan/ perilaku pasien DM sehubungan dengan pengobatan (health seeking behavior). Untuk mengukur tindakan pasien tentang diabetes melitus dengan menggunakan pertanyaan tertutup, yang terdiri dari 10 item pertanyaan. Kuesioner terdiri dari pertanyaan favourable dan unfavourable. Untuk pertanyaan favourable jawaban benar diberi skor 1 dan jawaban yang salah diberi skor 0. Pada pertanyaan unfavourable skor 0 untuk jawaban yang benar dan skor 1 untuk jawaban yang salah. Skala yang digunakan untuk mengukur tingkat pengetahuan adalah skala ordinal.
            Kriteria penelitian tindakan didasarkan atas skala Gutman, dengan jumlah pertanyaan keseluruhan sebanyak 10 nomor, jika responden menjawab “Ya” diberi nilai 1 dan jawaban “Tidak” di beri nilai 0. Pengetahuan diukur berdasarkan kuesioner yang telah diberi skor/bobot dengan menggunakan rumus                    interval kelas  (Sugiono,2010).
I  =  Interval Kelas
R  = Range/kisaran (100-0 = 100)
K = Jumlah kategori (2)
Interval Kelas : 100 / 2 = 50
Kriteria objektif:
Cukup             : Jika jawaban responden > 50%
Kurang                        : Jika jawaban responden < 50%
5.      Dukungan Sosial
            Dukungan sosial adalah dukungan yang diterima oleh pasien selama menjalani proses Berobat diabetes melitus di Poliklinik Penyakit Dalam BLUD RSU Bahteramas Sulawesi Tenggara yang berupa pinjaman uang, saran dan informasi  dari keluarga, tetangga serta petugas kesehatan. Dukungan sosial diukur dengan skala ordinal
            Untuk mengukur dukungan sosial, instrument yang digunakan adalah kuesioner dukungan sosial yang mengukur sumber, bentuk dan tingkat dukungan sosial yang diterima subjek penelitian pada pasien yang menderita diabetes melitus. Kuesioner dukungan sosial terdiri dari dua pernyataan yang disusun oleh peneliti. Kuesioner ini ingin mengetahui siapa saja yang memberikan dukungan sosial kepada responden. Sumber dukungan yang dijadikan pilihan meliputi suami atau istri, orang tua, anak, teman dan keluarga, tetangga, petugas kesehatan atau orang lain. Kuesioner bentuk dan tingkat dukungan sosial juga disusun berdasarkan teori Sarlito (2010) yang meliputi dukungan emosional, dukungan informasi, dukungan instrumental dan dukungan penghargaan. Kuesioner ini menggunakan 10 pernyataan dengan menggunakan skala guetman
            Kriteria penelitian dukungan sosial didasarkan atas skala Gutman, dengan jumlah pertanyaan keseluruhan sebanyak 10 nomor. Dukungan sosial diukur berdasarkan kuesioner yang telah diberi skor/bobot dengan menggunakan rumus                    interval kelas  (Sugiono,2010).
I  =  Interval Kelas
R  = Range/kisaran (100-0 = 100)
K = Jumlah kategori (2)
Interval Kelas =   (10-0)/ 2 = 5
Kriteria objektif:
a.       Cukup       : Jika jawaban responden > 50%
b.      Kurang      : Jika jawaban responden < 50%
F.     Instrumen Penelitian
            Penelitian ini menggunakan instrument berupa kuesioner. Pembuatan kuesioner berdasarkan teori yang berada pada tinjauan pustaka. Adapun kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari Instrument tingkat pengetahuan, Instrument Sika, instrument tindakan, Instrumen dukungan sosial dan Instrumen Tingkat Kepatuhan Pengobatan




G.    Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data
1.      Pengolahan data
            Setelah semua kuesioner dari responden terkumpul maka selanjutnya dilakukan pengolahan data yakni :
a.       Koding yaitu mengkode pertanyaan dan segala hal yang dianggap perlu.
b.      Scoring yaitu menentukan skor/nilai untuk tiap item pertanyaan dan tentukan nilai terendah dan tertinggi.
c.       Tabulating yaitu mentabulasi hasil data yang diperoleh sesuai dengan item pertanyaan.
d.      Tekhnik editing untuk memeriksa data yang telah dikumpul
2.      Analisis data
a.       Analisa Univariat
            Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan untuk satu variabel atau pervariabel. kegunaan dari analisis ini untuk menggambarkan disrtibusi fekuensi masing-masing variabel, baik variabel bebas ,variabel terikat dan karakteristik responden.
Keterangan :         P = Persentase
F = Data yang ada
n = Total Sampel (Hidayat, 2007).






b.      Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variable bebas dengan variable terkait. Untuk melihat hubungan antara variable bebas dengan variable terkait. Pada penelitian ini dilakukan uji statistis Chi-Square(X2) dengan rumus
Keterangan :
X² : Nilai chi-kuadrat
fo : Frekuensi yang diobservasi (frekuensi empiris)
fe : Frekuensi yang diharapkan (frekuensi teoritis)
H.    Penyajian Data
Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi disertai dengan penjelasan.
I.       Etika Penelitian
Setelah mendapat persetujuan barulah dilakukan penelitian dengan menekankan masalah etika penelitian yang meliputi:
1.      Informed consent
Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan (informed concent). Informed concen tesebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed concent adalah agar responden mengerti maksud dan tujuan peneliti serta mengetahui dampaknya.

2.      Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantumkan nama responden, tetapi lembar tersebut diberikan kode.
3.      Confidentiality
Yaitu menjamin kerahasian hasil penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Informasi yang dikumpulkan di jamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset