BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kesehatan
dan keselamatan kerja adalah suatu aspek atau unsur kesehatan yang erat
hubungannya dengan lingkungan kerja dan pekerjaan secara langsung maupun tidak
langsung dapat meningkatkan efisiensi dan produktifitas tenaga kerja atau
pekerja. Menurut Suma’mur (2001, p.104), keselamatan kerja merupakan rangkaian
usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan
yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan. Kesehatan dan kerja sangat erat
hubungannya, sebab lingkungan kerja dapat mempengaruhi kesehatan
seseorang. Pekerja mungkin saja terpapar dengan mesin-mesin berbahaya,
bahan kimia berbahaya, ataupun situasi kerja penuh tekanan. Oleh karena itu
diperlukan pengetahuan dan kesadaran bagi para pekerja terhadap kesehatan
lingkungan kerja yang dapat menyebabkan penyakit akibat kerja.
Kesehatan
dan keselamatan kerja merupakan aspek penting dalam pekerjaan atau kegiatan
hidup lainnya. Kesehatan kerja selalu dijadikan sebagai bahasan utama ketika berbicara
mengenai pekerjaan. Pekerjaan yang dimaksud adalah segala usaha yang dilakukan
manusia baik yang bersifat formal maupun informal. Pengertian kesehatan dan
keselamatan kerja memang sudah seharusnya dipahami secara umum oleh seluruh
pekerja hal ini dikarena K3 ini memegang peranan penting dalam pelaksanaan dan
peningkatan kerja para pekerja. Aspek keselamatan kerja memang harus dipahami
oleh semua orang sebab dalam konteksnya, keselamatan kerja ini untuk mencegah
terjadinya kejadian negative/kejadian yang tidak diinginkan dalam kehidupan
setiap orang.
Pada aspek
kehidupan, kejadian negative atau yang biasa kita sebut dengan kecelakaan dapat
saja terjadi. Hal ini dikarenakan setiap aspek kehidupan membawa serta ancaman
dibalik eksistensinya. Kita harus mewaspadai setiap kemungkinan yang ada
dibalik kondisi yang kita miliki.Sama halnya pada industri sepatu, berbagai
kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja dapat terjadi. Hal ini dapat disebabkan
karena kurangnya pengetahuan pekerja terhadap kesehatan dan keselamatan kerja
itu sendiri.
Selain
kemungkinan besar terjadinya kecelakaan kerja pada pekerja, penyakit akibat
kerja juga tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada pekerja apalagi
pada industri. Hal ini disebabkan karena pada biasanya mereka bekerja dengan
peralatan – peralatan yang berbahaya. Berdasarkan landasan diatas maka timbul
pemikiran dan keinginan untuk mengobservasi kesehatan dan keselamatan kerja
pada industri yaitu industri sepatu. Selain itu observasi ini juga
merupakan salah satu kewajiban untuk memenuhi tugas mata kuliah K3 (Kesehatan
dan Keselamatan Kerja).
B.
Tujuan
Berdasarkan
latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka tujuan dari penulisan makalah
ini yaitu :
1.
Untuk
mengetahui pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja
2.
Untuk
mengetahui kondisi lingkungan kerja pada industri sepatu
3.
Untuk
mengetahui penggunaan APD di tempat kerja pada industri sepatu
4.
Untuk
mengetahui pengendalian / pencecegahan kecelakaan kerja pada industri sepatu
5.
Untuk
mengetahui fasilitas kesehatan yang ada di tempat kerja khususnya pada industri
sepatu
C.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang dan tujuan diatas maka rumusan masalah dari makalah ini yaitu ;
1.
Bagaimana
pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja?.
2.
Bagaiamana
kondisi lingkungan kerja pada industri sepatu?.
3.
Bagaimana
penggunaan APD di tempat kerja pada industri sepatu?.
4.
Bagaimana
pengendalian / pencecegahan kecelakaan kerja pada industri sepatu?.
5.
Bagaiamana
fasilitas kesehatan yang ada di tempat kerja pada industri sepatu?.
BAB II
PROSES PRODUKSI DAN IDENTIFIKASI
PERMASALAHAN
1.1 Gambaran Lokasi
Industri
sepatu “Double W”
berada di Jalan Madyopuro Gang 7 No. 16 Malang. Tempat industri berupa
rumah berlantai tiga, lantai pertama digunakan untuk penempatan sepatu – sepatu
yang sudah jadi dan siap di pasarkan, lantai dua sebagai tempat pemroduksi
sepatu sedangkan lantai ketiga digunakan untuk penyimpanan bahan – bahan
pembuatan sepatu.
1. Sejarah
Pendirian
Adapun sejarah berdirinya, industri
sepatu “Double W”
mulai dijalankan pada tahun 2004 di Bali. Berawal dari coba-coba dengan
modal seadanya, namun seiring berjalannya waktu langganan konsumen semakin
banyak sehingga usaha ini bisa bertahan. Namun pada tahun 2006 saat terjadi
peristiwa bom bali yang mengakibatkan industri ini mengalami dampaknya maka
pada tahun itu juga industri sepatu ini pindah ke Malang. Di Malang industri
sepatu “Double W” memiliki 2 toko sepatu yaitu di Jalan Sulfat dan di Jalan
Madyopuro.
2. Jumlah
Tenaga Kerja
Berdasarkan hasil observasi dan
hasil wawancara yang telah dilakukan, jumlah tenaga kerja dari usaha ini ada 17
orang yaitu 3 pekerja pada bagian pembuatan pola, 4 pekerja pada bagian
penjahitan sepatu, 5 pekerja pada bagian pemasangan upper, 3 pekerja pada
bagian finishing dan 2 pekerja pada bagian pengepakan.
Ketentuan jam kerja pada usaha ini tidak menentu karena sifatnya borongan .
Namun, berdasarkan hasil wawancara rata-rata jam kerjanya yaitu kurang 8 jam
kerja setiap hari. Mulai buka pukul 08.00 sampai pukul 16.00 WIB.
3. Proses
Produksi
a.
Bahan Baku
Bahan baku
adalah bahan utama yang digunakan dalam pembuatan produk, ikut dalam proses
produksi dan memiliki persentase yang besar dibandingkan bahan-bahan lainnya.
Jadi, bahan baku ini dapat disebut sebagai bahan utama. Adapun bahan baku yang
digunakan adalah sebagai berikut :
1. Bahan imitasi digunakan untuk sepatu
wanita
2. Bahan kulit, bahan kulit yang
digunakan adalah kulit sapi digunakan untuk sepatu pria
b.
Bahan Tambahan
Bahan
tambahan adalah bahan yang digunakan dalam proses produksi dan ditambahkan kedalam
proses pembuatan produk dalam rangka meningkatkan mutu produk yang mana
komponennya merupakan bagian dari produk akhir. Bahan tambahan yang digunakan
adalah sebagai berikut :
1. Lem, lem yang digunakan adalah lem
khusus sepatu contohnya:
a. Lem Greco yang digunakan untuk bahan
kulit
b. Lem Super yang digunakan untuk bahan
imitasi
1. Benang nylon
2. Tekson, yaitu bahan alas dalam
sepatu
c. Uraian Proses Produksi
Proses produksi adalah metode atau
teknik untuk membuat suatu barang atau jasa bertambah nilainya dengan menggunakan
sumber tenaga kerja, mesin, bahan baku, bahan tambahan dan dana yang
ada.Sedangkan proses adalah suatu cara, metode dan teknik bagaimana mengubah
sumber daya (material, tenaga kerja, mesin, dana dan metode) yang ada untuk
memperoleh hasil. Sedangkan untuk produksi adalah kegiatan untuk menciptakan
atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa. Dari definisi diatas maka dapat
dibuat kesimpulan bahwa proses produksi adalah cara, metode, dan teknik untuk
menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan
sumber daya material, tenaga kerja, mesin, dana, dan metode yang ada.
Jenis-jenis produksi sangat banyak,
tergantung dari metode, dan cara yang digunakan untuk menghasilkan produk.
Namun secara garis besar dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu :
1. Proses produksi yang terus menerus (Continue)
2. Proses produksi yang terputus-putus
(Intermittent)
Dalam aktivitas produksinya
sehari-hari “Double W” menggunakan jenis proses produksi yang terus menerus (Continue)
Hal ini dikarenakan kegiatan produksi tersebut berlangsung terus menerus.
Selain itu industri ini juga menerima pesanan sepatu secara online. Proses
produksi adalah sebagai berikut :
1. Pembuatan desain
2. Pembuatan pola dari kertas
3. Penjiplakan pola diatas bahan baku
4. Pemotongan bahan baku sesuai pola
5. Penjahitan bahan untuk dijadikan
upper yaitu bagian atas atau kap sepatu.
6. Pemasangan upper dengan sol sepatu
7. Finishing
8. Pengepakan
9. Pengiriman sepatu :Toko dan Pelanggan
1.2 Identifikasi
Permasalahan
a. Keselamatan
dan Kesehatan Kerja
Keselamatan berasal dari bahasa
Inggris yaitu kata ‘safety’ dan biasanya selalu dikaitkan dengan
keadaan terbebasnya seseorang dari peristiwa celaka (accident) atau
nyaris celaka (near-miss). Jadi pada hakekatnya keselamatan sebagai
suatu pendekatan keilmuan maupun sebagai suatu pendekatan praktis mempelajari
yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan dan berupaya mengembangkan
berbagai cara dan pendekatan untuk memperkecil resiko terjadinya kecelakaan.
Dalam memepelajari yang dapat menyebabkan manusia mengalami
kecelakan inilah berkembang berbagai konsep dan teori tentang kecelakaan (accident
theories). Teori tersebut umumnya ada yang memusatkan perhatiannya
pada penyebab yang ada pada pekerjaan atau cara kerja, ada yang lebih
memperhatikan penyebab pada peralatan kerja bahkan ada pula yang
memusatkan perhatiannya pada penyebab pada perilaku manusianya. (http://mily.wordpress.com).
Kesehatan berasal dari bahasa
Inggris ‘health’, yang dewasa ini tidak hanya berarti terbebasnya
seseorang dari penyakit, tetapi pengertian sehat mempunyai makna sehat secara
fisik, mental dan juga sehat secara sosial. Dengan demikian pengertian sehat
secara utuh menunjukkan pengertian sejahtera (well-being). Kesehatan
sebagai suatu pendekatan keilmuan maupun pendekatan praktis juga berupaya
mempelajari – yang dapat menyebabkan manusia menderita sakit dan sekaligus
berupaya untuk mengembangkan berbagai cara atau pendekatan untuk mencegah agar
manusia tidak menderita sakit, bahkan menjadi lebih sehat. (http://mily.wordpress.com).
b.
Pengertian Kesehatan dan Keselatan Kerja :
Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran
dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun
rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan
budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur (Mangkunegara, 2002).Keselamatan
Kerja merupakan rangkaian usaha untuk
menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja
di perusahaan yang bersangkutan (Suma’mur 2001).
Menurut Mangkunegara (2002, p.170),
bahwa indikator penyebab keselamatan kerja adalah:
1. Keadaan tempat lingkungan kerja, yang
meliputi:
a. Penyusunan dan penyimpanan
barang-barang yang berbahaya yang kurang diperhitungkan keamanannya.
b. Ruang kerja yang terlalu padat dan
sesak.
c. Pembuangan kotoran dan limbah yang
tidak pada tempatnya.
d. Pemakaian peralatan kerja, yang
meliputi:
e. Pengaman peralatan kerja yang sudah
usang atau rusak.
2. Penggunaan mesin, alat elektronik
tanpa pengaman yang baik Pengaturan penerangan.
c. Tujuan
Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja :
Secara umum, kecelakaan selalu
diartikan sebagai kejadian yang tidak dapat diduga. Kecelakaan kerja dapat
terjadi karena kondisi yang tidak membawa keselamatan kerja, atau perbuatan
yang tidak selamat. Kecelakaan kerja dapat didefinisikan sebagai setiap
perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan.
Berdasarkan definisi kecelakaan kerja maka lahirlah keselamatan dan kesehatan
kerja yang mengatakan bahwa cara menanggulangi kecelakaan kerja adalah dengan
meniadakan unsur penyebab kecelakaan dan atau mengadakan pengawasan yang ketat.
(Silalahi, 1995).
Keselamatan dan kesehatan kerja pada
dasarnya mencari dan mengungkapkan kelemahan yang memungkinkan terjadinya
kecelakaan. Fungsi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mengungkapkan
sebab-akibat suatu kecelakaan dan meneliti apakah pengendalian secara cermat
dilakukan atau tidak.
Menurut Mangkunegara ( 2002 ) bahwa
tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut:
1. Agar setiap pegawai mendapat jaminan
keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
2. Agar setiap perlengkapan dan
peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif mungkin.
3. Agar semua hasil produksi dipelihara
keamanannya.
4. Agar adanya jaminan atas
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
5. Agar meningkatkan kegairahan,
keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
6. Agar terhindar dari gangguan
kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.
7. Agar setiap pegawai merasa aman dan
terlindungi dalam bekerja.
d. Tujuan
K3 menurut ILO dan WHO antara lain:
1. Meningkatkan dan memelihara derajat
kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya baik jasmani maupun rohani.
2. Mencegah timbulnya gangguan
kesehatan yang disebabkan oleh kondisi kerja.
3. Melindungi tenaga kerja dari bahaya
kesehatan yang timbul akibat pekerjaan.
4. Menempatkan tenaga kerja pada suatu
lingkungan kerja yang sesuai dengan kondisi fisik, faal tubuh dan mental
pskologis tenaga kerja yang bersangkutan.
1.
Beban
kerja
Setiap
pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya. Beban tersebut dapat berupa beban
fisik, mental dan sosial. Seorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri
dalam hubungannya dengan beban kerja. Diantara mereka mungkin lebih cocok untuk
beban fisik atau mental atau sosial.
2.
Beban
tambahan dan lingkungan kerja
Sebagai
tambahan kepada beban kerja yang langsung akibat pekerjaan sebenarnya. Suatu
pekerjaan biasanya dilakukan dalam suatu lingkungan yang berakibat beban
tambahan pada jasmani dan rohani tenaga kerja. Terdapat 5 fisik penyebab
beban tambahab di tempat kerja:
a.
Fisik:
penerangan, suhu, kelembaban
b.
Kimia:
gas, uap, debu
c.
Biologi:
golongan tumbuhan dan hewan
d.
Fisiologi:
konstruksi mesin, sikap dan cara kerja
e.
Psikologi:
suasana kerja, hubungan antar pekerja
3. Kapasitas kerja
Kemampuan
kerja seorang tenaga kerja berbeda satu dengan yang lainnya dan sangat
tergantung kepada ketrampilan, keserasian, keadaan gizi, jenis kelamin dan
ukuran tubuh.
4. Faktor lingkungan kerja
Faktor lingkungan kerja dapat
diklasifikasikan menjadi 4 yaitu ;
a. Lingkungan Fisik
Lingkungan
fisik (physical environment) yang ada di sekitar kita sangat berarti bagi
kehidupan kita. Kondisi lingkungan sekitar secara terus-menerus memberikan
pemaparan pada kita, jika lingkungan sesuai dengan kebutuhan aktivitas manusia,
maka dia akan mendorong bagi kondisi yang baik, dan jika kondisi lingkungan
tidak sesuai dengan kebutuhan atau melampaui ambang batas toleransi sangat
berpengaruh negatif bagi kesehatan biologis dan kesehatan mental (http://jeffy-louis.blogspot.com).
Lingkungan
fisik yang ada di sekitar kita dapat berakibat pada tekanan-tekanan psikologis
dan/atau berakibat pada kecelakaan, yang tidak menguntungkan bagi kondisi
kesehatan mental. Banyak dijumpai bahwa agresivitas, stress, tekanan mental,
dan sebagainya menjadi meningkat jika kondisi fisik itu terjadi di atas batas
ambang toleransi(http://jeffy-louis.blogspot.com).
Lingkungan
fisik yang perlu memperoleh perhatian karena sangat mempengaruhi kesehatan
mental, di antaranya:
1. Tata Ruang dan Teritori
Kita semua
membutuhkan ruang untuk memenuhi segenap kebutuhan, baik yang berhubungan
dengan diri sendiri maupun dalam berinteraksi dengan orang lain. Tata ruang
yang kita tempati dan miliki perlu memberikan jaminan keamanan, kenyamanan, dan
keleluasaan bagi segenap aktivitas kita. Tata ruang yang tidak kondusif akan
mempersulit dalam mengatur diri, hubungan sosial, kerja, dan sekaligus
berpotensi sebagai hazard. Karena itu rekayasa terhadap lingkungan selalu
diperlukan sehingga sesuai dengan kebutuhan aktivitas manusia(http://jeffy-louis.blogspot.com).
Hal yang
terkait dengan tata ruang adalah soal teritori. Tiap orang memiliki teritori,
meskipun secara subyektif ada perbedaan luas tidaknya teritori pada tiap
individu, luas tidaknya sangat dipengaruhi oleh kultur di mana dia dibesarkan
dan belajar. Dalam masyarakat yang dianggap tidak agresif dan mementingkan
keserasian hubungan sosial pun diketahui memiliki wilayah teritori ini.
Penelitian terhadap masyarakat primitif menunjukkan bahwa mereka juga memiliki
teritori (http://jeffy-louis.blogspot.com).
Teritori
dimiliki seseorang untuk menjaga egonya. Orang yang teritorinya terganggu, ego
menjadi tidak aman dan dia akan berusaha untuk mempertahankan diri sesuai
dengan cara yang dapat dilakukan, misalnya dengan marah, penyerangan, atau
cara-cara lain yang dianggap lebih aman. Teritori berkaitan dengan kepadatan,
meskipun tidak selalu kepadatan itu mengganggu teritorinya, tergantung pada
situasi yang terjadi dan persepsi individual terhadap wilayah teritorinya dapat
mengancam kenyamanan dan keamanan dirinya (http://jeffy-louis.blogspot.com).
Kepadatan
internal yaitu kepadatan dalam ruang tertentu. Sedang kepadatan eksternal yaitu
kepadatan di wilayah tertentu, terkait dengan teritori ini. Semakin padat
jumlah populasi dalam suatu atau wilayah tertentu akan mengganggu teritori yang
diakui oleh setiap anggota masyarakatnya. (http://jeffy-louis.blogspot.com).
2. Penyinaran dan Udara
Aktivitas
manusia membutuhkan penyinaran dan udara yang memadai. Berbagai macam tipe
penyinaran, ada yang tidak terang, cukup, atau menyilaukan. Jika penyinaran
tidak sesuai kebutuhan aktivitasnya, maka akan membuat banyak kesalahan kerja,
dan penyinaran yang terlalu silau membuat gangguan konsentrasi.
Begitu
juga dengan temperatur udara yang diterima manusia harus sesuai dengan
kewajaran kemampuan pengindraan. Udara yang terlalu dingin atau panas tidak
menguntungkan bagi manusia. Seringkali temperatur yang tidak enak membuat jenuh
misalnya dalam bekerja, belajar atau kegiatan lainnya. Hal ini menjadi sumber
stres bagi manusia(http://jeffy-louis.blogspot.com).
3. Kebisingan dan Polusi
Kehidupan
modern terutama di perkotaan menunjukkan tingginya kebisingan dan polusi.
Kepadatan penduduk, industrialisasi, dan peningkatan penggunaan kendaraan
bermotor telah membuat lingkungan menjadi sangat bising dan penuh polusi.
Kebisingan juga dapat mempengaruhi perilaku manusia, pemaparan suara keras
secara terus-menerus dapata mempengaruhi tingkat penangkapan indra pendengaran
terhadap kebisingan. Artinya tidak menganggap suatu yang keras sebagai sesuatu
yang bising tapi secara fisiologis telah terjadi perubahan kepekaan menangkap
suara, karena tidak mampu lagi menerima suara yang kurang keras (http://jeffy-louis.blogspot.com).
Kebisingan
yang sangat tinggi mempengaruhi penyesuaian individu terhadap aktivitasnya,
dalam sebuah penelitian dijumpai bahwa kebisingan tidak mempengaruhi kecepatan
kerja, tapi kualitasnya dapat menurun. Kebisingan itu secara langsung dapat
mengurangi konsentrasi dan sering kali menimbulkan tekanan. Demikian juga
dengan polusi. Karena aktivitas manusia yang sangat menonjol saat ini adalah
transportasi dan indistri, maka lingkungan perkotaan yang banyak menghasilkan
polusi. Polusi yang dikeluarkan dapat berbentuk partikel, karbon monoksida,
gas, dan limbah cair lain yang sekaligus menjadi pencemar udara dan lingkungan.
Pulosi dalam bentuk apapun tidak mudah untuk dikendalikan (http://jeffy-louis.blogspot.com).
b. Lingkungan kimia
Banyak
lingkungan kimiawi yang mempengaruhi kesehatan mental. Lingkungan kimiawi ini
dapat merupakan produk industri, pertanian, makanan, dan sebagainya.
kimiawi secara umum mengganggu kesehatan mental setalah mengganggu atau merusak
otak melalui makanan, obat-obatan, atau udara yang dihirup. Berbagai
kimiawi itu menyebabkan kerusakan pada otak secara permanen, menimbulkan
psikosis karena toksikasi, atau menginfeksi janin melalui plasenta. Misalnya,
penggunaan alkohol dalam jangka panjang dapat mengakibatkan sindroma penarikan
diri (wihtdrawal syndrom), yang terjadi karena keracunan pada sistem syaraf
pusat. Gangguan ini disebut delirium tremen, yaitu sindroma yang ditandai
dengan gemetar pada tangan dan adanya halusinasi bawah kulitnya dikerubuti oleh
binatang kecil (http://jeffy-louis.blogspot.com).
Gruenberg
(Last, 1980) mengemukakan berbagai macam zat kimiawi yang menjadi hazard dan
dapat menimbulkan gangguan mental. Zat-zat kimia itu adalah: amphetamine, alkyl
mercury, barbiturates, black window spider, caffein, carbon disulphide,
carmon monoxide, cocain, morphine, mercury.
3.
Lingkungan biologi
Lingkungan
biologis terutama dalam bentuk virus, bakteri, jamur, parasit, yang masuk dalam
tubuh manusia, dapat menimbulkan penyakit-penyakit tertentu, sekaligus
menyerang otak manusia dan selalu berakibat psikosis bagi penderitanya jika
tidak segera diprevensi atau disembuhkan. Kontak manusia dengan lingkungan
biologis dapat melalui vektor tertentu sebagai transmisinya, misalnya orang
lain, binatang atau udara (http://jeffy-louis.blogspot.com).
Prinsip
dasarnya, mikroorganisme pada mulanya dapat menyerang tubuh manusia sehingga
dia sakit secara fisik, namun jika tidak segera dicegah lebih lanjut dapat menyerang otak manusia(http://jeffy-louis.blogspot.com).
4.
Lingkungan psikologi
Lingkungan
psikologis adalah suatu lingkungan yang berpotensi mengganggu dan mengakibatkan
PAK seperti psikologi perasaan nyaman dan sejahtera dalam bekerja yang
didapatkan oleh pekerja. Hal ini dapat terjadi karena lingkungan kerja (cahaya,
ventilasi, posisi kerja) yang dapat menimbulkan stress pada pekerja(http://www.scribd.com).
f. Potensi
Bahaya Kecelakaan Kerja
Kecelakaan adalah suatu kejadian
yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang
telah diatur dfari suatu aktivitas dan dapat menimbulkan kerugian baik korban
manusia dan atau harta benda (Depnaker, 1999:4). Kecelakaan kerja (accident)
adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan
terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses (Didi
Sugandi, 2003).
Kecelakaan kerja juga dapat
didefinisikan suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula
yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda,
tentunya hal ini dapat mengakibatkan kerugian jiwa serta kerusakan
harta benda. Dengan demikian menurut definisi tersebut ada 3 hal pokok yan
gperlu diperhatikan :
1. Kecelakaan merupakan peristiwa yang
tidak dikehendaki,
2. Kecelakaan mengakibatkan kerugian
jiwa dan kerusakan harta benda,
3. Kecelakaan biasanya terjadi akibat
adanya kontak dengan sumber energi yang melebihi ambang batas tubuh atau
struktur.
Menurut Suma’mur, secara umum
kecelakaan kerja dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
1. Kecelakaan industri (industrial
accident) yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja karena adanya sumber
bahaya atau bahaya kerja.
2. Kecelakaan dalam perjalanan
(community accident) yaitu kecelakaan yang terjadi di luar tempat kerja yang
berkaitan dengan adanya hubungan kerja.
Penyebab kecelakaan kerja di tempat
kerja pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
1. Kondisi berbahaya yang selalu
berkaitan dengan: Mesin, peralatan, bahan, dan lain-lain.
a.
Lingkungan
kerja: kebisingan, penerangan, dan lain-lain .
b.
Proses
produksi: waktu kerja, sistem, dan lain-lain,
c.
Sifat
kerja
d.
Cara
kerja
2. Tindakan berbahaya yang dalam
beberapa hal dapat dilatarbelakangi oleh -:
a. Kurangnya pengetahuan dan
ketrampilan
b. Cacat tubuh yang tidak kelihatan,
c. Keletihan dan kelelahan,
d. Sikap dan tingkah laku yang tidak
aman. (Sukri Sahab, 1997)
Sedangkan penyebab dasarnya terdiri
dari dua manusia atau pribadi (personal faktor) dan kerja atau
lingkungan kerja.
1. Manusia atau pribadi, meliputi ;
kurangnya kemampuan fisik, mental dan psikologi, kurangnya atau lemahnya
pengetahuan dan keterampilan atau keahlian, stres, motivasi yang tidak cukup
atau salah.
2. Kerja atau lingkungan meliputi;
tidak cukup kepemimpinan dan pengawasan, tidak cukup rekayasa (engineering),
tidak cukup pembelian atau pengadaan barang, tidak cukup perawatan
(maintenance), tidak cukup alat-alat, perlengkapan dan barang-barang atau
bahan-bahan, tidak cukup standar-standar kerja, penyalahgunaan. (sugeng
budiono,2003).
Secara umum ada dua penyebab
terjadinya kecelakaan keja yaitu penyebab langsung (immediate causes) dan
penyebab dasar (basic causes),
1. Penyebab
Langsung Penyebab langsung atau kecelakaan adalah suatu keadaan yang
biasanya bisa dilihat dan dirasakan langsung, yang dibagi dalam 2 kelompok:
a. Tindakan-tindakan tidak aman (unsafe
acts).
b. Kondisi-kondisi yang tidak aman
(unsafe conditions)
2. Penyebab Dasar
Terdiri dari 2 yaitu
manusia/ pribadi dan kerja/ lingkungan kerja.
a. Manusia/ pribadi, antara lain
karena: kurangnya kemampuan fisik, mental dan psikologi, kurangnya/ lemahnya
pengetahuan dan ketrampilan/ keahlian, stres, motivasi yang tidak cukup/ salah.
b. Kerja/ lingkungan, antara lain
karena: tidak cukup kepimpinan atau pengawasan, tidak cukup rekayasa, tidak
cukup pembelian/ pengadaan barang, tidak cukup perawatan, tidak cukup
standar-standar kerja, penyalahgunaan (Sugeng Budiono, 2003).
Pencegahan dan penanggulangan
kecelakaan kerja haruslah ditujukan untuk mengenal dan menemukan sebab-sebabnya
bukan gejala-gejalanya untuk kemudian sedapat mungkin dikurangi atau dihilangkan.
Setelah ditentukan sebab-sebab terjadinya kecelakaan atau kekurangan-kekurangan
dalam sistem atau proses produksi, sehingga dapat disusun rekomendasi cara
pengendalian yang tepat (Sukri Sahab, 1997).
Pelaksanaan keselamatan dan
kesehatan kerja diperusahaan saat ini bukan saja diperhatikan dan dikontrol
oleh unsur pemerintah saja, tapi juga oleh pihak seperti pemerhati keselamatan
dan kesehatan kerja dan internasional. Oleh karena itu, sudah sewajarnya bila
semua pihak yang terkait dengan keselamatan dan kesehatan kerja mengambil
langkah yang strategis di dalam menangani keselamatan dan kesehatan kerja
mengambil langkah yang strategis di dalam menangani keselamatan dan kesehatan
kerja agar mencapai nihil kecelakaan. Upaya kesasaran ini memang tidak mudah karena
hal ini memerlukan berbagai macam pendukung, paling tidak dengan penerapan
program-program K3:
1. Secara preventif : kemauan
(Commitment) manajemen dan keterlibatan pekerja, analisis risiko di tempat
kerja, pencegahan dan pengendalian bahaya, pelatihan bagi pekerja, penyelia dan
manajer.
2. Secara Represif : Analisis kasus
kecelakaan kerja yang telah terjadi (Sugeng Budiono, 2003).
yang dapat menimbulkan penyakit
akibat kerja pada usaha sector formal maupun sektor informal khususnya pada
usaha penjahitan antara lain :
1. Sikap Tubuh dalam Bekerja
Sikap
tubuh dalam pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk, susunan, ukuran dan tata
letak peralatan, penempatan alat petunjuk, cara memperlakukan peralatan seperti
macam gerak, arah dan kekuatan (Anies, 2005
Menurut
Anies (2005), ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan sikap
tubuh dalam melakukan pekerjaan, yaitu semua pekerjaan hendaknya dilakukan
dalam sikap duduk atau sikap berdiri secara bergantian. Lalu semua sikap tubuh
yang tidak alami harus dihindarkan. Seandainya hal ini tidak memungkinkan,
hendaknya diusahakan agar beban statis diperkecil. Tempat duduk harus dibuat
sedemikian rupa, sehingga tidak membebani, melainkan dapat memberikan relaksasi
pada otot yang sedang tidak dipakai untuk bekerja dan tidak menimbulkan
penekanan pada bagian tubuh (paha). Hal ini dimaksudkan untuk mencegah
terjadinya gangguan sirkulasi darah dan sensibilitas pada paha, mencegah
keluhan kesemutan yang dapat mengganggu aktivitas (Anies, 2005).
2. Sikap duduk
Pada posisi
duduk berat badan seseorang secara parsial ditopang oleh tempat duduk, tetapi
konsumsi energi dan ketegangan saat posisi duduk lebih tinggi dibandingkan
posisi berbaring, karena tangan dapat bergerak dengan bebas tetapi ruang gerak
sangat terbatas oleh luas tempat duduk (Kroemer, 2001).
Sikap
duduk yang keliru merupakan penyebab adanya masalah punggung (Nurmianto, 2003).
Menurut Sastrowinoto (1985), kerugian yang diakibatkan sikap duduk yaitu otot
perut mengendor, perkembangan punggung melengkung, tidak menguntungkan bagi
jalur pencernaan dan paru-paru.
3. Kelelahan
Menurut
Sutalaksana (1979) beberapa penyebab kelelahan pada industri adalah intensitas
dan lamanya kerja fisik atau mental, lingkungan (seperti iklim, pencahayaan dan
kebisingan), irama circadian, masalah psikis (seperti tanggung jawab,
kekhawatiran, konflik), penyakit yang dialami, dan nutrisi. Sedangkan gejala
kelelahan yang penting adalah perasaan letih, mengantuk, pusing dan tidak enak
dalam bekerja. Gejala kelelahan lainnya adalah semakin lamban dalam berpikir,
menurunnya kewaspadaan, persepsi yang lemah dan lambat, tidak semangat bekerja
dan penurunan kinerja tubuh dan mental. Apabila kelelahan tidak disembuhkan,
suatu saat akan terjadi kelelahan kronis, yang menyebabkan meningkatnya ketidakstabilan
psikis (perilaku), depresi, tidak semangat dalam bekerja, dan meningkatnya
kecenderungan sakit.
Prestasi
yang diukur pada output industri merupakan petunjuk yang pertama kali dipakai
untuk menilai akibat dari kelelahan. Perubahan prestasi atau performansi kerja
berubah secara teratur selama hari kerja dan selama minggu kerja yang
berkolerasi dengan perubahan ketegangan dan kelelahan (Grandjean, 1993).
g. Keserasian
Peralatan Dan Sarana Kerja Dengan Tenaga Kerja
Keserasian peralatan dan sarana harus
diperhatikan pihak perusahaan dandisesuaikan dengan tenaga kerja yang
dimilikinya agar kecelakaan kerja dapatdiminimalisasi. Kesalahan atau
ketidakserasian antara peralatan dan sarana kerjadengan pegawai yang
menggunakan. Ketidak serasian antara peralatan dan saranadengan tenaga kerja
dapat menimbulkan berbagai masalah yang akhirnya dapatmengancam keselamatan dan
kesehatan kerja pegawai atau tenaga kerja.Permasalahan mengenai keserasian
peralatan dan sarana kerja dengan
h. Faktor
Manusia
Faktor manusia atau lebih dikenal
sebagai human factor adalah disiplin yang mempelajari perilaku manusia secara
fisik dan psikologi dan hubungannya dengan suatu lingkungan atau teknologi
khusus bisa berupa produk, pekerjaan, jasa dsb. Faktor manusia juga
didefinisikan sebagai aplikasi ilmiah mengenai kapasitas dan batasan yang
dimiliki manusia dalam perancangan sistem atau produk atau lingkungan dan
sebagainya agar aman, efektif, efisien, produktif dan mudah digunakan. Faktor
manusia merupakan aplikasi ilmiah mengenai kekuatan dan kelemahan manusia dalam
perancangan sebuah sistem atau teknologi. Faktor manusia sering disamakan
dengan ergonomi, usability engineering, ergonomi kognitif, atau user-centered
design.
Pada mulanya faktor manusia timbul
dari batasan manusia secara psikologis (oleh karena itu faktor manusia sering
disebut hasil perkawinan dari psikologi dan teknik). Ini berbeda dengan
ergonomi yang pada mulanya timbul karena batasan manusia secara fisik dan
fisiologi. Namun seiring dengan perkembangan waktu, ergonomi juga melebar ke
kognitif dan organisasi begitu pula dengan faktor manusia sehingga kedua bidang
ini sudah banyak “disamakan”. Selan itu ergonomi ditujukan untuk kerja
sedangkan faktor manusia lebih umum digunakan di banyak bidang sehingga ada
yang menyebut ergonomi merupakan faktor manusia yang diterapkan di lingkungan
kerja dan dengan kata lain ergonomi merupakan bagian dari faktor manusia. Namun
seiring berkembangnya lengkup definisi “kerja” dari ergonomi menjadi aktivitas
manusia dan pada kenyataannya hampir seluruh hidup manusia dihabiskan untuk
beraktivitas maka lagi-lagi ergonomii kembali “disamakan” dengan faktor
manusia.
Istilah ergonomi lebih banyak
digunakan di Eropa sedangkan di Amerika Serikat lebih banyak menggunakan
istilah human factors (faktor manusia). Sebenarnya dari segi etimologi keduanya
berbeda, ergonomi berasal dari kata ergon (kerja) dan nomos
(aturan/prinsip/kaidah/hukum) sehingga jelas ergonomi merupakan suatu ilmu, sedangkan
human factors jika diartikan secara etimologi berarti faktor manusia atau
mungkin lebih rincinya faktor-faktor yang ada dalam individu atau manusia
sehingga bukan merupakan sebuah ilmu (walaupun bisa dianggap sebuah ilmu) namun
lebih merujuk ke sebuah konsep atau variabel.
Jika ergonomi adalah ilmu yang
membahas perancangan sistem kerja agar sesuai dengan kapasitas, batasan, atau
kebutuhan manusia maka kapasitas, batasan, atau kebutuhan manusia inilah yang
disebut faktor manusia dan dibahas oleh faktor manusia. Jadi sesuai dengan
definisi faktor manusia pada paragraf pertama, faktor manusia merupakan
properti (sifat / kekhasan / karakteristik). Properti apa? Properti dari
individu atau manusia baik secara fisik, fisiologi, atau psikologi / kognitif atau
perilaku spesifik manusia yang berpengaruh terhadap fungsi sebuah sistem
termasuk sistem kerja atau teknologi dimana manusia itu terlibat. Faktor
manusia juga berhubungan dengan faktor lingkungan, organisasi, dan pekerjaan
yang mempengaruhi manusia itu dalam berperilaku dalam sebuah sistem. Jadi
faktor manusia mempelajari atau mengidentifikasi atau menganalisis bagaimana
manusia berhubungan dengan lingkungan atau dunia di sekitarnya dalam segala
aspek dengan tujuan untuk meningkatkan atau memperbaiki performa, keamanan dan
kesehatan, keefektifan, keefisienan, produktivitas dsb. Faktor manusia
didedikasikan untuk pemahaman yang lebih baik mengenai bagaimana manusia dapat
diintegrasikan dengan sistem atau teknologi secara lebih aman, lebih efektif,
leboh efisien, dan lebih produktif. Pemahaman itu selanjutnya ditindaklanjuti
dalam sebuah proses perancangan, pelatihan, pembuatan kebijakan atau prosedur
seperti yang dilakukan dalam ergonomi agar manusia dapat memiliki performa yang
lebih baik. Jadi untuk mempelajari atau mengidentifikasi atau menganalisis
properti dari manusia, faktor manusia sangat berhubungan dengan segala aspek
dalam manusia meliputi aspek fisik, fisiologi, psikologi, sosial, biologi dsb.
Faktor manusia secara khusus sering membahas keamanan tempat kerja, desain
produk, kapabilitas manusia, dan interaksi manusia dan komputer dimana
keseluruhannya merupakan ergonomi. Jadi entah apa pun pendapat orang mengenai
perbedaan atau persamaan atau posisi antara ergonomi dan faktor manusia, yang
pasti kedua hal tersebut tidak bisa dipisahkan.
BAB III
PEMANTAUAN DAN METODA
2.1 Faktor
Teknis
a. Pengetahuan
Tentang K3
Berdasarkan hasil wawancara yang
telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa informan mempunyai sedikit
pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja. Tapi karena faktor
kebiasaan, hal tersebut tidak dihiraukan bahkan tidak diaplikasikan.
b. Kondisi
Lingkungan Kerja
1. Lingkungan
Fisik
Pada
Potensial Hazard Lingkungan Fisik yang dapat menimbulkan penyakit akibat
kerja dilihat dari lingkungan fisik potensi yang dapat menjadi faktor
risiko sesuai dengan hasil observasi antara lain :
a. Tata Ruang
Dengan
tempat industri yang cukup besar tetapi dalam tata ruang dan penataan
perlengkapan kurang maksimal sehingga hal ini bisa mempengaruhi kenyamanan dan
keleluasaan pekerja. Lingkungan yang tidak kondusif seperti ini dapat
megakibatkan pekerja sulit mengatur gerak dalam ruangan ditambah lagi beberapa
barang penyimpanan dan meja tempat pengguntingan, mesin jahit itu sendiri
yang ditata kurang sistematis membuat rungan terlihat sempit. Ruang kerja yang
sempit juga dapat mempengaruhi tingkat stress pekerja karenan ini dianggap
mengancam keamanan dan kenyamanan mereka dalam bekerja.
b. Kebisingan
Setelah
melakukan observasi di lokasi industri sepatu, pada industri ini terdapat
4 mesin jahit yang berjalan dan cukup menimbulkan suara kebisingan yang dapat
mengakibatkan penurunan kemampuan daya konsentrasi dan daya dengar bila terjadi
dalam waktu yang lama.
Contohnya
karena kebisingan, pekerja menjadi tidak konsentrasi sehingga bisa saja terjadi
kesalahan dalam pembuatan sepatu. Selain itu kemungkinan kecelakaan kerja dapat
terjadi sehingga mengakibatkan luka, baik yang permanen maupun yang
tidak.
2. Lingkungan
Biologi
Potensial
lingkungan biologi pada pekerja adalah dari bahan baku yang digunakan selama
proses kerja seprti bahan imitasi dan bahan kulit. Didalam serat bahan tidak
menutup kemungkinan terdapat banyak baketri dan jamur yang bersifat
pathogen bagi tubuh manusia. Oleh sebab itu ini dapat mengakibatkan
kemungkinan besar untuk terinfeksi bakteri dan jamur tersebut.
3. Lingkungan
Kimia
Bahan
kimia yang terkandung dalam lem yang digunakan pekerja untuk memasang upper
dengan sol sepatu mengakibatkan Dalam proses produksinya, penggunaan lem yang
mengandung bahan kimia berbahya merupakan hal yang tidak bisa dihindari.
Berdasarkan studi yang dilkukan oleh Departemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja, Fakultas Kesehatan Msyarakat, Universitas Indonesia bekerja sama dengan
Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat, diketahui bahwa terdapat pelarut organik
dalam lem berupa toluena lebih dari 70% dan pelarut benzena sekitar 1-2%
(Widjaja, 2008). Kedua pelarut tersebut bersifat toksik, bahkan benzena
bersifat karsinogen, sehingga kontak langsung dengan manusia sedapat mungkin
harus dihindarkan. sehingga dikhawatirkan pekerja dapat terkena
dampak kesehatan seperti sindroma pelarut (pusing, mual, sulit berkonsentrasi),
sakit paru, liver, dan leukemia. Upaya pencegahan dan perlindunan pada pekerja
sangatlah penting dilakukan. Salah satu upaya untuk menurunkan risiko
kesehatan pada pekerja adalah dengan melakukan sosialisasi dalam bentuk
penyuluhan dan pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan pekerja
mengenai bahaya kimia pada lem dan cara aman bekerja dengan bahan kimia lem.
Peningkatan pemahaman pekerja tentang bahaya kimia akan memicu terciptanya
perilaku kerja yang aman sehingga dapat menurunkan risiko munculnya penyakit
akibat kerja.
4. Lingkungan
Fisiologi
a. Sikap Tubuh
Para
pekerja memang dituntut untuk duduk lebih lama. Kondisi dominan berada dalam
kondisi duduk, kepala menunduk, punggung membungkuk serta leher menekuk
dapat mengakibatkan penyakit dan kecelakaan kerja.
Misalnya
posisi duduk sekalipun pada saat duduk menurut tegangan pada kaki
rendah, sikap tak alami dapat dihindari, konsumsi energi terkurangi dan
kebutuhan peredaran darah hanya sedikit (Sastrowinoto, 1985). Akan tetapi untuk
posisi duduk yang keliru dan terlalu lama tanpa adanya refleksi otot punggung
dapat mengakibatkan sakit punggung. Selain itu pada saat duduk otomatis perut
mengendor maka ini dapat mengakibatkan gangguan dalam salauran pencernaan dan
paru-paru.
b. Penggunaan APD
Pekerja
sama sekali tidak menggunakan alat pelindung diri karena menurutnya hanya dapat
memperlambat pekerjaanya dan mereka jadi terganggu dalam mengerjakan tugasnya.
APD yang harus digunakan pada industri ini adalah:
1.
Masker
2.
Alas
kaki
3.
Sarung
tangan
c. Sarana
dan Peralatan Kerja
Peralatan kerja yang digunakan pada
industri ini seperti palu, paku, tang, pisau, gunting dapat berpotensi
mengakibatkan kecelakaan kerja terlebih para pekerja juga tidak memakai alat
pelindung diri. seperti gunting tidak dilengkapi dengan pengaman. dan banyak
peralatan – peralatan tersebut yang berkeliaran dilantai sedangkan para pekerja
tidak memakai alas kaki.
2.2 Faktor
Manusia
a. Kesehatan
Tenaga Kerja
Dari hasil observasi kami melihat
kesehatan pekerja terlihat baik, tetapi ketidakpedulian para pekerja
terhadap hal – hal yang mereka anggap sepele justru dapat membahayakan
kesehatan mereka, seperti pada bau lem yang mereka hirup terus – menerus.
Selain itu pada benda – benda tajam yang berserakan yang dapat menimbulkan
kecelakaan kerja.
b. Kesesuaian
Sikap, Cara dan Sistem Kerja
Para pekerja pada industri sepatu ini
setiap hari sekurang – kurangnya selama 8 jam melakukan pekerjaan dengan duduk,
hal ini dapat menyebabkan beberapa gangguan kesehatan.
BAB IV
UPAYA PENGETAHUAN, REKAYASA
PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN
3.1 Rekayasa
Teknologi Pengendalian
a. Lingkungan
Kerja
Hal yang dapat dilakukan untuk
pengendalian lingkungan kerja dalam pencencegahan terjadinya penyakit akibat
kerja perlu dilakukan pembenahan pada ruang kerja tersebut, penyediaan dan
pemakaian alat pelindung diri seperti sarung tangan.
b. Keselamatan
Kerja
Salah satu tindakan pencegahan dan
pengendalian kecelakaan kerja yang dilakukan oleh pekerja pada lokasi yang saya
ambil adalah pengelolaan waktu kerja. Menurut informasi beliau pengaturan jam
kerja dan waktu istirahat sangat ia perhitungkan karena dengan jam kerja yang
berlebih dapat berimbas pada kesehatan pekerja. Namun pemilik tidak melakukan
pencegahan kecelakaan kerja dengan menyediakan alat pelindung kerja dan
perlengkapan P3K ( Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan ) bagi para pekerja.
Untuk lebih sempurnanya pencegahan
dan pengendalian kecelakaan kerja sebaiknya pekerja memperhitungkan terlebih
dahulu dampak sikap dan perilakunya selam bekerja terhadapa kesehatan. Selain
itu, pemilik serta pekerja juga harus memperhatikan segala aspek
yang berpotensi menjadi penyebab kecelakan kerja, tidak hanya dari satu aspek
saja.
3.2 Pencegahan
dan Penanggulangan dari Aspek Manusia
1. Penyakit
Akibat Kerja
Pencegahan dan penaggulangan yang
dilakukan pemilik adalah memberikan makan siang pada para pekerja selain itu
member I waktu istirahat yang cukup.
2. Sikap
dan Sistem Kerja
Pencegahan dan penanggulangan yang
dilakukan pemilik adalah memberikan kursi yang ada sandarannya, dengan demikian
dapat mengurangi kelelahan yang dialami pekerja saat seharian bekerja.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan
hasil observasi yang telah dilakukan di industri khususnya di industri sepatu
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut ;
a.
Pengetahuan
tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang dimiliki pekerja di industri ini
masih kurang memadai karena dia sedikit tahu tentang kesehatannya saja tanpa
memperhatikan aspek keselamatannya.
b.
Kondisi
lingkungan kerja memberikan kontribusi terhadap beberapa potensial hazard.
Seperti ; potensial hazard lingkungan fisik (panas), potensial hazard
lingkungan fisiologis ( ergonomi ), serta potensial hazard lingkungan biologi
(debu dan mikroorganisme)
c.
Pada
penggunaan Alat Pelindung Diri, tidak digunakan karena faktor kebiasaan.
d.
Pencegahan
/ pengendaliaan kecelakaan kerja di tempat ini yaitu jika pekerja merasa sudah
lelah dia berhenti bekerja kemudian beristirahat sejenak.Ini dapat mengurangi
resiko kecelakaan kerja akibat kelelahan. Membersihkan lantai atau permukaan
lingkungan kerja yang terkena minyak ketika hendak membereskan jualan Menggunakan
celemek ketika menggoreng
4.2 Saran
Berdasarkan
hasil observasi yang telah dilakukan, maka saran yang dapat disampaikan penulis
yaitu untuk pemerintah agar lebih memperhatikan penerapan kesehatan dan
keselamatan kerja di industri khususnya industri sektor informal. Dan kepada
pengusaha ini sebaiknya menmperhatikan
DAFTAR PUSTAKA
Http://k3tium.wordpress.com/2012/10/22/penerapan-k3-pada-industri-sepatu/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar