Senin, 22 Desember 2014

MANAJEMEN PENERAPAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PADA INDUSTRI SEPATU



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu aspek atau unsur kesehatan yang erat hubungannya dengan lingkungan kerja dan pekerjaan secara langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan efisiensi dan produktifitas tenaga kerja atau pekerja. Menurut Suma’mur (2001, p.104), keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan. Kesehatan dan kerja sangat erat hubungannya, sebab lingkungan kerja dapat mempengaruhi kesehatan seseorang. Pekerja mungkin saja terpapar dengan mesin-mesin berbahaya, bahan kimia berbahaya, ataupun situasi kerja penuh tekanan. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan dan kesadaran bagi para pekerja terhadap kesehatan lingkungan kerja yang dapat menyebabkan penyakit akibat kerja.

Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan aspek penting dalam pekerjaan atau kegiatan hidup lainnya. Kesehatan kerja selalu dijadikan sebagai bahasan utama ketika berbicara mengenai pekerjaan. Pekerjaan yang dimaksud adalah segala usaha yang dilakukan manusia baik yang bersifat formal maupun informal. Pengertian kesehatan dan keselamatan kerja memang sudah seharusnya dipahami secara umum oleh seluruh pekerja hal ini dikarena K3 ini memegang peranan penting dalam pelaksanaan dan peningkatan kerja para pekerja. Aspek keselamatan kerja memang harus dipahami oleh semua orang sebab dalam konteksnya, keselamatan kerja ini untuk mencegah terjadinya kejadian negative/kejadian yang tidak diinginkan dalam kehidupan setiap orang.

Pada aspek kehidupan, kejadian negative atau yang biasa kita sebut dengan kecelakaan dapat saja terjadi. Hal ini dikarenakan setiap aspek kehidupan membawa serta ancaman dibalik eksistensinya. Kita harus mewaspadai setiap kemungkinan yang ada dibalik kondisi yang kita miliki.Sama halnya pada industri sepatu, berbagai kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja dapat terjadi. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan pekerja terhadap kesehatan dan keselamatan kerja itu sendiri.

Selain kemungkinan besar terjadinya kecelakaan kerja pada pekerja, penyakit akibat kerja juga tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada pekerja  apalagi pada industri. Hal ini disebabkan karena pada biasanya mereka bekerja dengan peralatan – peralatan yang berbahaya. Berdasarkan landasan diatas maka timbul pemikiran dan keinginan untuk mengobservasi kesehatan dan keselamatan kerja pada industri  yaitu industri sepatu. Selain itu observasi ini juga merupakan salah satu kewajiban untuk memenuhi tugas mata kuliah K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja).

B.     Tujuan
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1.      Untuk mengetahui pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja
2.      Untuk mengetahui kondisi lingkungan kerja pada industri sepatu
3.      Untuk mengetahui penggunaan APD di tempat kerja pada industri sepatu
4.      Untuk mengetahui pengendalian / pencecegahan kecelakaan kerja pada industri sepatu
5.      Untuk mengetahui fasilitas kesehatan yang ada di tempat kerja khususnya pada industri sepatu

C.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan tujuan diatas maka rumusan masalah dari makalah ini yaitu ;
1.      Bagaimana pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja?.
2.      Bagaiamana kondisi lingkungan kerja pada industri sepatu?.
3.      Bagaimana penggunaan APD di tempat kerja pada industri sepatu?.
4.      Bagaimana pengendalian / pencecegahan kecelakaan kerja pada industri sepatu?.
5.      Bagaiamana fasilitas kesehatan yang ada di tempat kerja pada industri sepatu?.

BAB II
PROSES PRODUKSI DAN IDENTIFIKASI PERMASALAHAN

1.1  Gambaran Lokasi
Industri sepatu “Double W”  berada di Jalan Madyopuro Gang 7 No. 16 Malang. Tempat industri  berupa rumah berlantai tiga, lantai pertama digunakan untuk penempatan sepatu – sepatu yang sudah jadi dan siap di pasarkan, lantai dua sebagai tempat pemroduksi sepatu sedangkan lantai ketiga digunakan untuk penyimpanan bahan – bahan pembuatan sepatu.

1.      Sejarah Pendirian
Adapun sejarah berdirinya, industri sepatu “Double W”  mulai dijalankan pada tahun 2004 di Bali. Berawal dari coba-coba dengan modal seadanya, namun seiring berjalannya waktu langganan konsumen semakin banyak sehingga usaha ini bisa bertahan. Namun pada tahun 2006 saat terjadi peristiwa bom bali yang mengakibatkan industri ini mengalami dampaknya maka pada tahun itu juga industri sepatu ini pindah ke Malang. Di Malang industri sepatu “Double W” memiliki 2 toko sepatu yaitu di Jalan Sulfat dan di Jalan Madyopuro.


2.      Jumlah Tenaga Kerja
Berdasarkan hasil observasi dan hasil wawancara yang telah dilakukan, jumlah tenaga kerja dari usaha ini ada 17 orang yaitu 3 pekerja pada bagian pembuatan pola, 4 pekerja pada bagian penjahitan sepatu, 5 pekerja pada bagian pemasangan upper, 3 pekerja pada bagian  finishing dan  2 pekerja pada bagian pengepakan. Ketentuan jam kerja pada usaha ini tidak menentu karena sifatnya borongan . Namun, berdasarkan hasil wawancara rata-rata jam kerjanya yaitu kurang 8 jam kerja setiap hari. Mulai buka pukul 08.00 sampai pukul 16.00 WIB.

3.      Proses Produksi
a.      Bahan Baku
Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan dalam pembuatan produk, ikut dalam proses produksi dan memiliki persentase yang besar dibandingkan bahan-bahan lainnya. Jadi, bahan baku ini dapat disebut sebagai bahan utama. Adapun bahan baku yang digunakan adalah sebagai berikut :
1.      Bahan imitasi digunakan untuk sepatu wanita
2.      Bahan kulit, bahan kulit yang digunakan adalah kulit sapi digunakan untuk sepatu pria


b.      Bahan Tambahan
Bahan tambahan adalah bahan yang digunakan dalam proses produksi dan ditambahkan kedalam proses pembuatan produk dalam rangka meningkatkan mutu produk yang mana komponennya merupakan bagian dari produk akhir. Bahan tambahan yang digunakan adalah sebagai berikut :
1.      Lem, lem yang digunakan adalah lem khusus sepatu contohnya:
a.       Lem Greco yang digunakan untuk bahan kulit
b.      Lem Super yang digunakan untuk bahan imitasi
1.      Benang nylon
2.      Tekson, yaitu bahan alas dalam sepatu
c.       Uraian Proses Produksi
Proses produksi adalah metode atau teknik untuk membuat suatu barang atau jasa bertambah nilainya dengan menggunakan sumber tenaga kerja, mesin, bahan baku, bahan tambahan dan dana yang ada.Sedangkan proses adalah suatu cara, metode dan teknik bagaimana mengubah sumber daya (material, tenaga kerja, mesin, dana dan metode) yang ada untuk memperoleh hasil. Sedangkan untuk produksi adalah kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa. Dari definisi diatas maka dapat dibuat kesimpulan bahwa proses produksi adalah cara, metode, dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber daya material, tenaga kerja, mesin, dana, dan metode yang ada.
Jenis-jenis produksi sangat banyak, tergantung dari metode, dan cara yang digunakan untuk menghasilkan produk. Namun secara garis besar dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu :
1.      Proses produksi yang terus menerus (Continue)  
2.      Proses produksi yang terputus-putus (Intermittent)
Dalam aktivitas produksinya sehari-hari “Double W” menggunakan jenis proses produksi yang terus menerus (Continue) Hal ini dikarenakan kegiatan produksi tersebut berlangsung terus menerus. Selain itu industri ini juga menerima pesanan sepatu secara online. Proses produksi adalah sebagai berikut :
1.      Pembuatan desain
2.      Pembuatan pola dari kertas
3.      Penjiplakan pola diatas bahan baku
4.      Pemotongan bahan baku sesuai pola
5.      Penjahitan bahan untuk dijadikan upper yaitu bagian atas atau kap sepatu.
6.      Pemasangan upper dengan sol sepatu
7.      Finishing
8.      Pengepakan
9.      Pengiriman sepatu :Toko dan Pelanggan

1.2  Identifikasi Permasalahan
a.      Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan berasal dari bahasa Inggris yaitu kata ‘safety’ dan biasanya selalu dikaitkan dengan keadaan terbebasnya seseorang dari peristiwa celaka (accident) atau nyaris celaka (near-miss). Jadi pada hakekatnya keselamatan sebagai suatu pendekatan keilmuan maupun sebagai suatu pendekatan praktis mempelajari yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan dan berupaya mengembangkan berbagai cara dan pendekatan untuk memperkecil resiko terjadinya kecelakaan. Dalam memepelajari   yang dapat menyebabkan manusia mengalami kecelakan inilah berkembang berbagai konsep dan teori tentang kecelakaan (accident theories). Teori tersebut umumnya ada yang memusatkan perhatiannya pada  penyebab yang ada pada pekerjaan atau cara kerja, ada yang lebih memperhatikan  penyebab pada peralatan kerja bahkan ada pula yang memusatkan perhatiannya pada  penyebab pada perilaku manusianya. (http://mily.wordpress.com).

Kesehatan berasal dari bahasa Inggris ‘health’, yang dewasa ini tidak hanya berarti terbebasnya seseorang dari penyakit, tetapi pengertian sehat mempunyai makna sehat secara fisik, mental dan juga sehat secara sosial. Dengan demikian pengertian sehat secara utuh menunjukkan pengertian sejahtera (well-being). Kesehatan sebagai suatu pendekatan keilmuan maupun pendekatan praktis juga berupaya mempelajari – yang dapat menyebabkan manusia menderita sakit dan sekaligus berupaya untuk mengembangkan berbagai cara atau pendekatan untuk mencegah agar manusia tidak menderita sakit, bahkan menjadi lebih sehat. (http://mily.wordpress.com).

b.      Pengertian Kesehatan dan Keselatan Kerja :

Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur (Mangkunegara, 2002).Keselamatan   Kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan (Suma’mur 2001).

Menurut Mangkunegara (2002, p.170), bahwa indikator penyebab keselamatan kerja adalah:
1.      Keadaan tempat lingkungan kerja, yang meliputi:
a.       Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya yang kurang diperhitungkan keamanannya.
b.      Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak.
c.       Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
d.      Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi:
e.       Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
2.      Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik Pengaturan penerangan.

c.       Tujuan Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja :
Secara umum, kecelakaan selalu diartikan sebagai kejadian yang tidak dapat diduga. Kecelakaan kerja dapat terjadi karena kondisi yang tidak membawa keselamatan kerja, atau perbuatan yang tidak selamat. Kecelakaan kerja dapat didefinisikan sebagai setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Berdasarkan definisi kecelakaan kerja maka lahirlah keselamatan dan kesehatan kerja yang mengatakan bahwa cara menanggulangi kecelakaan kerja adalah dengan meniadakan unsur penyebab kecelakaan dan atau mengadakan pengawasan yang ketat. (Silalahi, 1995).

Keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan mengungkapkan kelemahan yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Fungsi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mengungkapkan sebab-akibat suatu kecelakaan dan meneliti apakah pengendalian secara cermat dilakukan atau tidak.



Menurut Mangkunegara ( 2002 ) bahwa tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut:
1.      Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
2.      Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif mungkin.
3.      Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
4.      Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
5.      Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
6.      Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.
7.      Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

d.      Tujuan K3 menurut ILO dan WHO antara lain:
1.      Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya baik jasmani maupun rohani.
2.      Mencegah timbulnya gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi kerja.
3.      Melindungi tenaga kerja dari bahaya kesehatan yang timbul akibat pekerjaan.
4.      Menempatkan tenaga kerja pada suatu lingkungan kerja yang sesuai dengan kondisi fisik, faal tubuh dan mental pskologis tenaga kerja yang bersangkutan.

e.       Faktor yang mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan Kerja  (Widian, 2011).
1.      Beban kerja
Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya. Beban tersebut dapat berupa beban fisik, mental dan sosial. Seorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri dalam hubungannya dengan beban kerja. Diantara mereka mungkin lebih cocok untuk beban fisik atau mental atau sosial.

2.      Beban tambahan dan  lingkungan kerja
Sebagai tambahan kepada beban kerja yang langsung akibat pekerjaan sebenarnya. Suatu pekerjaan biasanya dilakukan dalam suatu lingkungan yang berakibat beban tambahan pada jasmani dan rohani tenaga kerja. Terdapat 5  fisik penyebab beban tambahab di tempat kerja:
a.      Fisik: penerangan, suhu, kelembaban
b.      Kimia: gas, uap, debu
c.       Biologi: golongan tumbuhan dan hewan
d.      Fisiologi: konstruksi mesin, sikap dan cara kerja
e.       Psikologi: suasana kerja, hubungan antar pekerja
3.      Kapasitas kerja
Kemampuan kerja seorang tenaga kerja berbeda satu dengan yang lainnya dan sangat tergantung kepada ketrampilan, keserasian, keadaan gizi, jenis kelamin dan ukuran tubuh.

4.      Faktor lingkungan kerja
Faktor lingkungan kerja dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu ;
a.       Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik (physical environment) yang ada di sekitar kita sangat berarti bagi kehidupan kita. Kondisi lingkungan sekitar secara terus-menerus memberikan pemaparan pada kita, jika lingkungan sesuai dengan kebutuhan aktivitas manusia, maka dia akan mendorong bagi kondisi yang baik, dan jika kondisi lingkungan tidak sesuai dengan kebutuhan atau melampaui ambang batas toleransi sangat berpengaruh negatif bagi kesehatan biologis dan kesehatan mental (http://jeffy-louis.blogspot.com).

Lingkungan fisik yang ada di sekitar kita dapat berakibat pada tekanan-tekanan psikologis dan/atau berakibat pada kecelakaan, yang tidak menguntungkan bagi kondisi kesehatan mental. Banyak dijumpai bahwa agresivitas, stress, tekanan mental, dan sebagainya menjadi meningkat jika kondisi fisik itu terjadi di atas batas ambang toleransi(http://jeffy-louis.blogspot.com).

Lingkungan fisik yang perlu memperoleh perhatian karena sangat mempengaruhi kesehatan mental, di antaranya:
1.      Tata Ruang dan Teritori
Kita semua membutuhkan ruang untuk memenuhi segenap kebutuhan, baik yang berhubungan dengan diri sendiri maupun dalam berinteraksi dengan orang lain. Tata ruang yang kita tempati dan miliki perlu memberikan jaminan keamanan, kenyamanan, dan keleluasaan bagi segenap aktivitas kita. Tata ruang yang tidak kondusif akan mempersulit dalam mengatur diri, hubungan sosial, kerja, dan sekaligus berpotensi sebagai hazard. Karena itu rekayasa terhadap lingkungan selalu diperlukan sehingga sesuai dengan kebutuhan aktivitas manusia(http://jeffy-louis.blogspot.com).

Hal yang terkait dengan tata ruang adalah soal teritori. Tiap orang memiliki teritori, meskipun secara subyektif ada perbedaan luas tidaknya teritori pada tiap individu, luas tidaknya sangat dipengaruhi oleh kultur di mana dia dibesarkan dan belajar. Dalam masyarakat yang dianggap tidak agresif dan mementingkan keserasian hubungan sosial pun diketahui memiliki wilayah teritori ini. Penelitian terhadap masyarakat primitif menunjukkan bahwa mereka juga memiliki teritori (http://jeffy-louis.blogspot.com).

Teritori dimiliki seseorang untuk menjaga egonya. Orang yang teritorinya terganggu, ego menjadi tidak aman dan dia akan berusaha untuk mempertahankan diri sesuai dengan cara yang dapat dilakukan, misalnya dengan marah, penyerangan, atau cara-cara lain yang dianggap lebih aman. Teritori berkaitan dengan kepadatan, meskipun tidak selalu kepadatan itu mengganggu teritorinya, tergantung pada situasi yang terjadi dan persepsi individual terhadap wilayah teritorinya dapat mengancam kenyamanan dan keamanan dirinya (http://jeffy-louis.blogspot.com).

Kepadatan internal yaitu kepadatan dalam ruang tertentu. Sedang kepadatan eksternal yaitu kepadatan di wilayah tertentu, terkait dengan teritori ini. Semakin padat jumlah populasi dalam suatu atau wilayah tertentu akan mengganggu teritori yang diakui oleh setiap anggota masyarakatnya. (http://jeffy-louis.blogspot.com).




2.      Penyinaran dan Udara
Aktivitas manusia membutuhkan penyinaran dan udara yang memadai. Berbagai macam tipe penyinaran, ada yang tidak terang, cukup, atau menyilaukan. Jika penyinaran tidak sesuai kebutuhan aktivitasnya, maka akan membuat banyak kesalahan kerja, dan penyinaran yang terlalu silau membuat gangguan konsentrasi.

Begitu juga dengan temperatur udara yang diterima manusia harus sesuai dengan kewajaran kemampuan pengindraan. Udara yang terlalu dingin atau panas tidak menguntungkan bagi manusia. Seringkali temperatur yang tidak enak membuat jenuh misalnya dalam bekerja, belajar atau kegiatan lainnya. Hal ini menjadi sumber stres bagi manusia(http://jeffy-louis.blogspot.com).

3.      Kebisingan dan Polusi
Kehidupan modern terutama di perkotaan menunjukkan tingginya kebisingan dan polusi. Kepadatan penduduk, industrialisasi, dan peningkatan penggunaan kendaraan bermotor telah membuat lingkungan menjadi sangat bising dan penuh polusi. Kebisingan juga dapat mempengaruhi perilaku manusia, pemaparan suara keras secara terus-menerus dapata mempengaruhi tingkat penangkapan indra pendengaran terhadap kebisingan. Artinya tidak menganggap suatu yang keras sebagai sesuatu yang bising tapi secara fisiologis telah terjadi perubahan kepekaan menangkap suara, karena tidak mampu lagi menerima suara yang kurang keras (http://jeffy-louis.blogspot.com).

Kebisingan  yang sangat tinggi mempengaruhi penyesuaian individu terhadap aktivitasnya, dalam sebuah penelitian dijumpai bahwa kebisingan tidak mempengaruhi kecepatan kerja, tapi kualitasnya dapat menurun. Kebisingan itu secara langsung dapat mengurangi konsentrasi dan sering kali menimbulkan tekanan. Demikian juga dengan polusi. Karena aktivitas manusia yang sangat menonjol saat ini adalah transportasi dan indistri, maka lingkungan perkotaan yang banyak menghasilkan polusi. Polusi yang dikeluarkan dapat berbentuk partikel, karbon monoksida, gas, dan limbah cair lain yang sekaligus menjadi pencemar udara dan lingkungan. Pulosi dalam bentuk apapun tidak mudah untuk dikendalikan (http://jeffy-louis.blogspot.com).

b.      Lingkungan kimia
Banyak lingkungan kimiawi yang mempengaruhi kesehatan mental. Lingkungan kimiawi ini dapat merupakan produk industri, pertanian, makanan, dan sebagainya.  kimiawi secara umum mengganggu kesehatan mental setalah mengganggu atau merusak otak melalui makanan, obat-obatan, atau udara yang dihirup. Berbagai  kimiawi itu menyebabkan kerusakan pada otak secara permanen, menimbulkan psikosis karena toksikasi, atau menginfeksi janin melalui plasenta. Misalnya, penggunaan alkohol dalam jangka panjang dapat mengakibatkan sindroma penarikan diri (wihtdrawal syndrom), yang terjadi karena keracunan pada sistem syaraf pusat. Gangguan ini disebut delirium tremen, yaitu sindroma yang ditandai dengan gemetar pada tangan dan adanya halusinasi bawah kulitnya dikerubuti oleh binatang kecil (http://jeffy-louis.blogspot.com).

Gruenberg (Last, 1980) mengemukakan berbagai macam zat kimiawi yang menjadi hazard dan dapat menimbulkan gangguan mental. Zat-zat kimia itu adalah: amphetamine, alkyl mercury, barbiturates, black window spider, caffein, carbon disulphide, carmon monoxide, cocain, morphine, mercury.

3.      Lingkungan biologi
Lingkungan biologis terutama dalam bentuk virus, bakteri, jamur, parasit, yang masuk dalam tubuh manusia, dapat menimbulkan penyakit-penyakit tertentu, sekaligus menyerang otak manusia dan selalu berakibat psikosis bagi penderitanya jika tidak segera diprevensi atau disembuhkan. Kontak manusia dengan lingkungan biologis dapat melalui vektor tertentu sebagai transmisinya, misalnya orang lain, binatang atau udara (http://jeffy-louis.blogspot.com).

Prinsip dasarnya, mikroorganisme pada mulanya dapat menyerang tubuh manusia sehingga dia sakit secara fisik, namun jika tidak segera dicegah lebih lanjut dapat menyerang otak manusia(http://jeffy-louis.blogspot.com).

4.      Lingkungan psikologi
Lingkungan psikologis adalah suatu lingkungan yang berpotensi mengganggu dan mengakibatkan PAK seperti psikologi perasaan nyaman dan sejahtera dalam bekerja yang didapatkan oleh pekerja. Hal ini dapat terjadi karena lingkungan kerja (cahaya, ventilasi, posisi kerja) yang dapat menimbulkan stress pada pekerja(http://www.scribd.com).

f.       Potensi Bahaya Kecelakaan Kerja
Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur dfari suatu aktivitas dan dapat menimbulkan kerugian baik korban manusia dan atau harta benda (Depnaker, 1999:4). Kecelakaan kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses (Didi Sugandi, 2003).

Kecelakaan kerja juga dapat didefinisikan suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda, tentunya  hal ini dapat mengakibatkan kerugian jiwa serta kerusakan harta benda. Dengan demikian menurut definisi tersebut ada 3 hal pokok yan gperlu diperhatikan :
1.      Kecelakaan merupakan peristiwa yang tidak dikehendaki,
2.      Kecelakaan mengakibatkan kerugian jiwa dan kerusakan harta benda,
3.      Kecelakaan biasanya terjadi akibat adanya kontak dengan sumber energi yang melebihi ambang batas tubuh atau struktur.
Menurut Suma’mur, secara umum kecelakaan kerja dibagi menjadi dua  golongan, yaitu :
1.      Kecelakaan industri (industrial accident) yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja karena adanya sumber bahaya atau bahaya kerja.
2.      Kecelakaan dalam perjalanan (community accident) yaitu kecelakaan yang terjadi di luar tempat kerja yang berkaitan dengan adanya hubungan kerja.

Penyebab kecelakaan kerja di tempat kerja pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
1.      Kondisi berbahaya yang selalu berkaitan dengan:  Mesin, peralatan, bahan, dan lain-lain.
a.      Lingkungan kerja: kebisingan, penerangan, dan lain-lain .
b.      Proses produksi: waktu kerja, sistem, dan lain-lain,
c.       Sifat kerja
d.      Cara kerja

2.      Tindakan berbahaya yang dalam beberapa hal dapat dilatarbelakangi oleh -:
a.       Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan
b.      Cacat tubuh yang tidak kelihatan,
c.       Keletihan dan kelelahan,
d.      Sikap dan tingkah laku yang tidak aman. (Sukri Sahab, 1997)
Sedangkan penyebab dasarnya terdiri dari dua  manusia atau pribadi (personal faktor) dan  kerja atau lingkungan kerja.
1.      Manusia atau pribadi, meliputi ; kurangnya kemampuan fisik, mental dan psikologi, kurangnya atau lemahnya pengetahuan dan keterampilan atau keahlian, stres, motivasi yang tidak cukup atau salah.
2.      Kerja atau lingkungan meliputi; tidak cukup kepemimpinan dan pengawasan, tidak cukup rekayasa (engineering), tidak cukup pembelian atau pengadaan barang, tidak cukup perawatan (maintenance), tidak cukup alat-alat, perlengkapan dan barang-barang atau bahan-bahan, tidak cukup standar-standar kerja, penyalahgunaan. (sugeng budiono,2003).
Secara umum ada dua penyebab terjadinya kecelakaan keja yaitu penyebab langsung (immediate causes) dan penyebab dasar (basic causes),
1.      Penyebab Langsung  Penyebab langsung atau kecelakaan adalah suatu keadaan yang biasanya bisa dilihat dan dirasakan langsung, yang dibagi dalam 2 kelompok:
a.       Tindakan-tindakan tidak aman (unsafe acts).
b.      Kondisi-kondisi yang tidak aman (unsafe conditions)

2.      Penyebab Dasar
Terdiri dari 2  yaitu  manusia/ pribadi dan  kerja/ lingkungan kerja.
a.       Manusia/ pribadi, antara lain karena: kurangnya kemampuan fisik, mental dan psikologi, kurangnya/ lemahnya pengetahuan dan ketrampilan/ keahlian, stres, motivasi yang tidak cukup/ salah.
b.      Kerja/ lingkungan, antara lain karena: tidak cukup kepimpinan atau pengawasan, tidak cukup rekayasa, tidak cukup pembelian/ pengadaan barang, tidak cukup perawatan, tidak cukup standar-standar kerja, penyalahgunaan (Sugeng Budiono, 2003).
Pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja haruslah ditujukan untuk mengenal dan menemukan sebab-sebabnya bukan gejala-gejalanya untuk kemudian sedapat mungkin dikurangi atau dihilangkan. Setelah ditentukan sebab-sebab terjadinya kecelakaan atau kekurangan-kekurangan dalam sistem atau proses produksi, sehingga dapat disusun rekomendasi cara pengendalian yang tepat (Sukri Sahab, 1997).
Pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja diperusahaan saat ini bukan saja diperhatikan dan dikontrol oleh unsur pemerintah saja, tapi juga oleh pihak seperti pemerhati keselamatan dan kesehatan kerja dan internasional. Oleh karena itu, sudah sewajarnya bila semua pihak yang terkait dengan keselamatan dan kesehatan kerja mengambil langkah yang strategis di dalam menangani keselamatan dan kesehatan kerja mengambil langkah yang strategis di dalam menangani keselamatan dan kesehatan kerja agar mencapai nihil kecelakaan. Upaya kesasaran ini memang tidak mudah karena hal ini memerlukan berbagai macam pendukung, paling tidak dengan penerapan program-program K3:
1.      Secara preventif : kemauan (Commitment) manajemen dan keterlibatan pekerja, analisis risiko di tempat kerja, pencegahan dan pengendalian bahaya, pelatihan bagi pekerja, penyelia dan manajer.
2.      Secara Represif : Analisis kasus kecelakaan kerja yang telah terjadi (Sugeng Budiono, 2003).
yang dapat menimbulkan penyakit akibat kerja pada usaha sector formal maupun sektor informal khususnya pada usaha penjahitan antara lain :
1.      Sikap Tubuh dalam Bekerja
Sikap tubuh dalam pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk, susunan, ukuran dan tata letak peralatan, penempatan alat petunjuk, cara memperlakukan peralatan seperti macam gerak, arah dan kekuatan (Anies, 2005

Menurut Anies (2005), ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan sikap tubuh dalam melakukan pekerjaan, yaitu semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap duduk atau sikap berdiri secara bergantian. Lalu semua sikap tubuh yang tidak alami harus dihindarkan. Seandainya hal ini tidak memungkinkan, hendaknya diusahakan agar beban statis diperkecil. Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak membebani, melainkan dapat memberikan relaksasi pada otot yang sedang tidak dipakai untuk bekerja dan tidak menimbulkan penekanan pada bagian tubuh (paha). Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gangguan sirkulasi darah dan sensibilitas pada paha, mencegah keluhan kesemutan yang dapat mengganggu aktivitas (Anies, 2005).


2.      Sikap duduk
Pada posisi duduk berat badan seseorang secara parsial ditopang oleh tempat duduk, tetapi konsumsi energi dan ketegangan saat posisi duduk lebih tinggi dibandingkan posisi berbaring, karena tangan dapat bergerak dengan bebas tetapi ruang gerak sangat terbatas oleh luas tempat duduk (Kroemer, 2001).

Sikap duduk yang keliru merupakan penyebab adanya masalah punggung (Nurmianto, 2003). Menurut Sastrowinoto (1985), kerugian yang diakibatkan sikap duduk yaitu otot perut mengendor, perkembangan punggung melengkung, tidak menguntungkan bagi jalur pencernaan dan paru-paru.

3.      Kelelahan
Menurut Sutalaksana (1979) beberapa penyebab kelelahan pada industri adalah intensitas dan lamanya kerja fisik atau mental, lingkungan (seperti iklim, pencahayaan dan kebisingan), irama circadian, masalah psikis (seperti tanggung jawab, kekhawatiran, konflik), penyakit yang dialami, dan nutrisi. Sedangkan gejala kelelahan yang penting adalah perasaan letih, mengantuk, pusing dan tidak enak dalam bekerja. Gejala kelelahan lainnya adalah semakin lamban dalam berpikir, menurunnya kewaspadaan, persepsi yang lemah dan lambat, tidak semangat bekerja dan penurunan kinerja tubuh dan mental. Apabila kelelahan tidak disembuhkan, suatu saat akan terjadi kelelahan kronis, yang menyebabkan meningkatnya ketidakstabilan psikis (perilaku), depresi, tidak semangat dalam bekerja, dan meningkatnya kecenderungan sakit.

Prestasi yang diukur pada output industri merupakan petunjuk yang pertama kali dipakai untuk menilai akibat dari kelelahan. Perubahan prestasi atau performansi kerja berubah secara teratur selama hari kerja dan selama minggu kerja yang berkolerasi dengan perubahan ketegangan dan kelelahan (Grandjean, 1993).

g.      Keserasian Peralatan Dan Sarana Kerja Dengan Tenaga Kerja
Keserasian peralatan dan sarana harus diperhatikan pihak perusahaan dandisesuaikan dengan tenaga kerja yang dimilikinya agar kecelakaan kerja dapatdiminimalisasi. Kesalahan atau ketidakserasian antara peralatan dan sarana kerjadengan pegawai yang menggunakan. Ketidak serasian antara peralatan dan saranadengan tenaga kerja dapat menimbulkan berbagai masalah yang akhirnya dapatmengancam keselamatan dan kesehatan kerja pegawai atau tenaga kerja.Permasalahan mengenai keserasian peralatan dan sarana kerja dengan


h.      Faktor Manusia
Faktor manusia atau lebih dikenal sebagai human factor adalah disiplin yang mempelajari perilaku manusia secara fisik dan psikologi dan hubungannya dengan suatu lingkungan atau teknologi khusus bisa berupa produk, pekerjaan, jasa dsb. Faktor manusia juga didefinisikan sebagai aplikasi ilmiah mengenai kapasitas dan batasan yang dimiliki manusia dalam perancangan sistem atau produk atau lingkungan dan sebagainya agar aman, efektif, efisien, produktif dan mudah digunakan. Faktor manusia merupakan aplikasi ilmiah mengenai kekuatan dan kelemahan manusia dalam perancangan sebuah sistem atau teknologi. Faktor manusia sering disamakan dengan ergonomi, usability engineering, ergonomi kognitif, atau user-centered design.

Pada mulanya faktor manusia timbul dari batasan manusia secara psikologis (oleh karena itu faktor manusia sering disebut hasil perkawinan dari psikologi dan teknik). Ini berbeda dengan ergonomi yang pada mulanya timbul karena batasan manusia secara fisik dan fisiologi. Namun seiring dengan perkembangan waktu, ergonomi juga melebar ke kognitif dan organisasi begitu pula dengan faktor manusia sehingga kedua bidang ini sudah banyak “disamakan”. Selan itu ergonomi ditujukan untuk kerja sedangkan faktor manusia lebih umum digunakan di banyak bidang sehingga ada yang menyebut ergonomi merupakan faktor manusia yang diterapkan di lingkungan kerja dan dengan kata lain ergonomi merupakan bagian dari faktor manusia. Namun seiring berkembangnya lengkup definisi “kerja” dari ergonomi menjadi aktivitas manusia dan pada kenyataannya hampir seluruh hidup manusia dihabiskan untuk beraktivitas maka lagi-lagi ergonomii kembali “disamakan” dengan faktor manusia.

Istilah ergonomi lebih banyak digunakan di Eropa sedangkan di Amerika Serikat lebih banyak menggunakan istilah human factors (faktor manusia). Sebenarnya dari segi etimologi keduanya berbeda, ergonomi berasal dari kata ergon (kerja) dan nomos (aturan/prinsip/kaidah/hukum) sehingga jelas ergonomi merupakan suatu ilmu, sedangkan human factors jika diartikan secara etimologi berarti faktor manusia atau mungkin lebih rincinya faktor-faktor yang ada dalam individu atau manusia sehingga bukan merupakan sebuah ilmu (walaupun bisa dianggap sebuah ilmu) namun lebih merujuk ke sebuah konsep atau variabel.

Jika ergonomi adalah ilmu yang membahas perancangan sistem kerja agar sesuai dengan kapasitas, batasan, atau kebutuhan manusia maka kapasitas, batasan, atau kebutuhan manusia inilah yang disebut faktor manusia dan dibahas oleh faktor manusia. Jadi sesuai dengan definisi faktor manusia pada paragraf pertama, faktor manusia merupakan properti (sifat / kekhasan / karakteristik). Properti apa? Properti dari individu atau manusia baik secara fisik, fisiologi, atau psikologi / kognitif atau perilaku spesifik manusia yang berpengaruh terhadap fungsi sebuah sistem termasuk sistem kerja atau teknologi dimana manusia itu terlibat. Faktor manusia juga berhubungan dengan faktor lingkungan, organisasi, dan pekerjaan yang mempengaruhi manusia itu dalam berperilaku dalam sebuah sistem. Jadi faktor manusia mempelajari atau mengidentifikasi atau menganalisis bagaimana manusia berhubungan dengan lingkungan atau dunia di sekitarnya dalam segala aspek dengan tujuan untuk meningkatkan atau memperbaiki performa, keamanan dan kesehatan, keefektifan, keefisienan, produktivitas dsb. Faktor manusia didedikasikan untuk pemahaman yang lebih baik mengenai bagaimana manusia dapat diintegrasikan dengan sistem atau teknologi secara lebih aman, lebih efektif, leboh efisien, dan lebih produktif. Pemahaman itu selanjutnya ditindaklanjuti dalam sebuah proses perancangan, pelatihan, pembuatan kebijakan atau prosedur seperti yang dilakukan dalam ergonomi agar manusia dapat memiliki performa yang lebih baik. Jadi untuk mempelajari atau mengidentifikasi atau menganalisis properti dari manusia, faktor manusia sangat berhubungan dengan segala aspek dalam manusia meliputi aspek fisik, fisiologi, psikologi, sosial, biologi dsb. Faktor manusia secara khusus sering membahas keamanan tempat kerja, desain produk, kapabilitas manusia, dan interaksi manusia dan komputer dimana keseluruhannya merupakan ergonomi. Jadi entah apa pun pendapat orang mengenai perbedaan atau persamaan atau posisi antara ergonomi dan faktor manusia, yang pasti kedua hal tersebut tidak bisa dipisahkan.

BAB III
PEMANTAUAN DAN METODA
2.1  Faktor Teknis
a.      Pengetahuan Tentang K3
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa informan mempunyai sedikit pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja. Tapi karena faktor kebiasaan, hal tersebut tidak dihiraukan bahkan tidak diaplikasikan.

b.      Kondisi Lingkungan Kerja
1.      Lingkungan Fisik
Pada Potensial Hazard Lingkungan Fisik  yang dapat menimbulkan penyakit akibat kerja dilihat dari lingkungan fisik  potensi yang dapat menjadi faktor risiko  sesuai dengan hasil observasi antara lain :
a.       Tata Ruang
Dengan  tempat industri yang cukup besar tetapi dalam tata ruang  dan penataan perlengkapan kurang maksimal sehingga hal ini bisa mempengaruhi kenyamanan dan keleluasaan pekerja. Lingkungan yang tidak kondusif seperti ini dapat megakibatkan pekerja sulit mengatur gerak dalam ruangan ditambah lagi beberapa barang penyimpanan dan meja tempat pengguntingan,  mesin jahit itu sendiri yang ditata kurang sistematis membuat rungan terlihat sempit. Ruang kerja yang sempit juga dapat mempengaruhi tingkat stress pekerja karenan ini dianggap mengancam keamanan dan kenyamanan mereka dalam bekerja.

b.      Kebisingan
Setelah melakukan observasi di lokasi industri sepatu,  pada industri ini terdapat 4 mesin jahit yang berjalan dan cukup menimbulkan suara kebisingan yang dapat mengakibatkan penurunan kemampuan daya konsentrasi dan daya dengar bila terjadi dalam waktu yang lama.

Contohnya karena kebisingan, pekerja menjadi tidak konsentrasi sehingga bisa saja terjadi kesalahan dalam pembuatan sepatu. Selain itu kemungkinan kecelakaan kerja dapat terjadi sehingga mengakibatkan luka,  baik yang permanen maupun yang  tidak.

2.      Lingkungan Biologi
Potensial lingkungan biologi pada pekerja adalah dari bahan baku yang digunakan selama proses kerja seprti bahan imitasi dan bahan kulit. Didalam serat bahan tidak menutup kemungkinan terdapat banyak baketri dan jamur yang bersifat  pathogen bagi tubuh manusia. Oleh sebab itu ini dapat mengakibatkan kemungkinan besar untuk terinfeksi bakteri dan jamur tersebut.
3.      Lingkungan Kimia
Bahan kimia yang terkandung dalam lem yang digunakan pekerja untuk memasang upper dengan sol sepatu mengakibatkan Dalam proses produksinya, penggunaan lem yang mengandung bahan kimia berbahya merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Berdasarkan studi yang dilkukan oleh Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Msyarakat, Universitas Indonesia bekerja sama dengan Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat, diketahui bahwa terdapat pelarut organik dalam lem berupa  toluena lebih dari 70% dan pelarut benzena sekitar 1-2% (Widjaja, 2008). Kedua pelarut tersebut bersifat toksik, bahkan  benzena bersifat karsinogen, sehingga kontak langsung dengan manusia sedapat mungkin harus dihindarkan.  sehingga  dikhawatirkan pekerja dapat terkena dampak kesehatan seperti sindroma pelarut (pusing, mual, sulit berkonsentrasi), sakit paru, liver, dan leukemia. Upaya pencegahan dan perlindunan pada pekerja sangatlah penting dilakukan.  Salah satu upaya untuk menurunkan risiko kesehatan pada pekerja adalah dengan melakukan sosialisasi dalam bentuk penyuluhan dan pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan pekerja mengenai bahaya kimia pada lem dan cara aman bekerja dengan bahan kimia lem. Peningkatan pemahaman pekerja tentang bahaya kimia akan memicu terciptanya perilaku kerja yang aman sehingga dapat menurunkan risiko munculnya penyakit akibat kerja.

4.      Lingkungan Fisiologi
a.       Sikap Tubuh
Para pekerja memang dituntut untuk duduk lebih lama. Kondisi dominan berada dalam kondisi duduk,  kepala menunduk, punggung membungkuk serta leher menekuk dapat mengakibatkan penyakit dan kecelakaan kerja.

Misalnya posisi duduk  sekalipun pada saat duduk menurut  tegangan pada kaki rendah, sikap tak alami dapat dihindari, konsumsi energi terkurangi dan kebutuhan peredaran darah hanya sedikit (Sastrowinoto, 1985). Akan tetapi untuk posisi duduk yang keliru dan terlalu lama tanpa adanya refleksi otot punggung dapat mengakibatkan sakit punggung. Selain itu pada saat duduk otomatis perut mengendor maka ini dapat mengakibatkan gangguan dalam salauran pencernaan dan paru-paru.







b.      Penggunaan APD
Pekerja sama sekali tidak menggunakan alat pelindung diri karena menurutnya hanya dapat memperlambat pekerjaanya dan mereka jadi terganggu dalam mengerjakan tugasnya. APD yang harus digunakan pada industri ini adalah:
1.       Masker
2.       Alas kaki
3.       Sarung tangan

c.       Sarana dan Peralatan Kerja
Peralatan kerja yang digunakan pada industri ini seperti palu, paku, tang, pisau, gunting dapat berpotensi mengakibatkan kecelakaan kerja terlebih para pekerja juga tidak memakai alat pelindung diri. seperti gunting tidak dilengkapi dengan pengaman. dan banyak peralatan – peralatan tersebut yang berkeliaran dilantai sedangkan para pekerja tidak memakai alas kaki.







2.2  Faktor Manusia
a.      Kesehatan Tenaga Kerja
Dari hasil observasi kami melihat kesehatan pekerja terlihat baik, tetapi  ketidakpedulian para pekerja terhadap hal – hal yang mereka anggap sepele justru dapat membahayakan kesehatan mereka, seperti pada bau lem yang mereka hirup terus – menerus. Selain itu pada benda – benda tajam yang berserakan yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja.

b.      Kesesuaian Sikap, Cara dan Sistem Kerja
Para pekerja pada industri sepatu ini setiap hari sekurang – kurangnya selama 8 jam melakukan pekerjaan dengan duduk, hal ini dapat menyebabkan beberapa gangguan kesehatan.







BAB IV
UPAYA PENGETAHUAN, REKAYASA PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN
3.1  Rekayasa Teknologi Pengendalian
a.      Lingkungan Kerja
Hal yang dapat dilakukan untuk pengendalian lingkungan kerja dalam pencencegahan terjadinya penyakit akibat kerja perlu dilakukan pembenahan pada ruang kerja tersebut, penyediaan dan pemakaian alat pelindung diri seperti sarung tangan.

b.      Keselamatan Kerja
Salah satu tindakan pencegahan dan pengendalian kecelakaan kerja yang dilakukan oleh pekerja pada lokasi yang saya ambil adalah pengelolaan waktu kerja. Menurut informasi beliau pengaturan jam kerja dan waktu istirahat sangat ia perhitungkan karena dengan jam kerja yang berlebih dapat berimbas pada kesehatan pekerja. Namun pemilik tidak melakukan pencegahan kecelakaan kerja dengan menyediakan alat pelindung kerja dan perlengkapan P3K ( Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan ) bagi para pekerja.

Untuk lebih sempurnanya pencegahan dan pengendalian kecelakaan kerja sebaiknya pekerja memperhitungkan terlebih dahulu dampak sikap dan perilakunya selam bekerja terhadapa kesehatan. Selain itu, pemilik serta pekerja  juga harus memperhatikan segala aspek  yang berpotensi menjadi penyebab kecelakan kerja, tidak hanya dari satu aspek saja.

3.2  Pencegahan dan Penanggulangan dari Aspek Manusia
1.      Penyakit  Akibat Kerja
Pencegahan dan penaggulangan yang dilakukan pemilik adalah memberikan makan siang pada para pekerja selain itu member I waktu istirahat yang cukup.

2.      Sikap dan Sistem Kerja
Pencegahan dan penanggulangan yang dilakukan pemilik adalah memberikan kursi yang ada sandarannya, dengan demikian dapat mengurangi kelelahan yang dialami pekerja saat seharian bekerja.






BAB IV
PENUTUP
4.1  Kesimpulan
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di industri khususnya di industri sepatu dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut ;
a.       Pengetahuan tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang dimiliki pekerja di industri ini masih kurang memadai karena dia sedikit tahu tentang kesehatannya saja tanpa memperhatikan aspek keselamatannya.
b.      Kondisi lingkungan kerja memberikan kontribusi terhadap beberapa potensial hazard. Seperti ; potensial hazard lingkungan fisik (panas), potensial hazard lingkungan fisiologis ( ergonomi ), serta potensial hazard lingkungan biologi (debu dan mikroorganisme)
c.       Pada penggunaan Alat Pelindung Diri, tidak digunakan karena faktor kebiasaan.
d.      Pencegahan / pengendaliaan kecelakaan kerja di tempat ini yaitu jika pekerja merasa sudah lelah dia berhenti bekerja kemudian beristirahat sejenak.Ini dapat mengurangi resiko kecelakaan kerja akibat kelelahan. Membersihkan lantai atau permukaan lingkungan kerja yang terkena minyak ketika hendak membereskan jualan Menggunakan celemek ketika menggoreng



4.2  Saran
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, maka saran yang dapat disampaikan penulis yaitu untuk pemerintah agar lebih memperhatikan penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di industri khususnya industri sektor informal. Dan kepada pengusaha ini sebaiknya menmperhatikan











DAFTAR PUSTAKA
Http://k3tium.wordpress.com/2012/10/22/penerapan-k3-pada-industri-sepatu/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar