Sabtu, 01 November 2014

Akibat Kecelakaan Kerja Dileb



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.

Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (PAHK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju dari beberapa pengamatan, menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia.

Kesehatan kerja mempengaruhi manusia dalam hubunganya dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya, baik secara fisik maupun psikis yang meliputi, antara lain: metode bekerja, kondisi kerja dan lingkungan kerja yang mungkin dapat menyebabkan kecelakaan, penyakit ataupun perubahan dari kesehatan seseorang. Pada hakekatnya ilmu kesehatan kerja mempelajari dinamika, akibat dan problematika yang ditimbulkan akibat hubungan interaktif. Tiga komponen utama yang mempengaruhi seseorang bila bekerja yaitu:
a.       Kapasitas kerja: Status kesehatan kerja, gizi kerja, dan lain-lain.
b.      Beban kerja: fisik maupun mental.
c.       Beban tambahan yang berasal dari lingkungan kerja antara lain:bising, panas, debu,parasit, dan lain-lain.
Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu kesehatan kerja yang optimal. Sebaliknya bila terdapat ketidakserasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktifitas kerja.
1.2  Rumusan Masalah
a.       Bagaimanakah Identifikasi Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Laboratorium Kesehatan Dan Pencegahannya?
b.      Bagaimanakah Penyakit Akibat Kerja & Penyakit Akibat Hubungan Kerja di laboratorium kesehatan?
c.       Bagaimanakah Pengendalian Penyakit Akibat Kerja Dan Kecelakaan Melalui Penerapan Kesehatan Dan Keselamatan Kerja?

1.3  Tujuan Penulisan
a.       Mengetahui Identifikasi Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Laboratorium Kesehatan Dan Pencegahannya
b.      Mengetahui Penyakit Akibat Kerja & Penyakit Akibat Hubungan Kerja di laboratorium kesehatan
c.       Mengetahui Pengendalian Penyakit Akibat Kerja Dan Kecelakaan Melalui Penerapan Kesehatan Dan Keselamatan Kerja


1.4  Manfaat Penulisan
Dengan adanya pembahasan mengenai SMK3 di laboratorium ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan dapat diterapkan dalam setap laboratorium sesuai dengan SMK3.















BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Laboratorium
Laboratorium adalah sarana yang dipergunakan untuk melakukan pengukuran, penetapan, dan pengujian terhadap bahan yang digunakan untuk penentuan formula obat yang akan dibuat. Laboratorium Kesehatan adalah sarana kesehatan yang melaksanakan pengukuran, penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia atau bahan yang bukan berasal dari manusia untuk penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan dan faktor yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan perorangan dan masyarakat.
Untuk dapat menerapkan K3 yang baik, fasilitas laboratorium harus memenuhi beberapa persyaratan berikut ini:
a.       Harus mempunyai sistem ventilasi yang memadai agar sirkulasi udara berjalan lancar.
b.      Harus mempunyai alat pemadam kebakaran terhadap bahan kimia yang berbahaya yang dipakai.
c.       Harus menyediakan alat pembakar gas yang terbuka untuk menghindari bahaya kebakaran.
d.      Meja yang digunakan harus diberi bibir untuk menahan tumpahan larutan yang mudah terbakar, korosif dan melindungi tempat yang aman dari bahaya kebakaran
e.       Menyediakan dua buah jalan keluar untuk keluar dari kebakaran dan terpisah sejauh mungkin.
f.       Tempat penyimpanan di laboratorium di desain untuk mengurangi sekecil mungkin risiko oleh bahan-bahan berbahaya dalam jumlah besar.
g.      Harus tersedianya alat Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K).
h.      Kesiapan menghindari panas sejauh mungkin dengan memakai alat pembakar gas yang terbuka untuk menghindari bahaya kebakaran.
i.        Untuk menahan tumpahan larutan yang mudah terbakar dan melindungi tempat yang aman dari bahaya kebakaran dapat disediakan bendung bendung talam.

2.2  Identifikasi Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Laboratorium Kesehatan Dan Pencegahann

A.    Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Biasanya kecelakaan menyebabkan, kerugian material dan penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat. Kecelakaan di laboratorium dapat berbentuk 2 jenis yaitu :
1.      Kecelakaan medis, jika yang menjadi korban adalah pasien
2.      Kecelakaan kerja, jika yang menjadi korban adalah petugas laboratorium itu sendiri.
Penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi dalam kelompok :
1.      Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman dari
a.       Mesin, peralatan, bahan dan lain-lain
b.      Lingkungan kerja
c.       Proses kerja
d.      Sifat pekerjaan
e.       Cara kerja

2.      Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia, yang dapat terjadi antara lain karena:
a.       Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana
b.      Cacat tubuh yang tidak kentara (bodily defect)
c.       Keletihanan dan kelemahan daya tahan tubuh.
d.      Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik
Beberapa contoh kecelakaan yang banyak terjadi di laboratorium
1.      Terpeleset, biasanya karena lantai licin.
Terpeleset dan terjatuh adalah bentuk kecelakaan kerja yang dapat terjadi di laboratorium. Akibatnya:
a.       Ringan: memar
b.      Berat: fraktura, dislokasi, memar otak, dll.
Pencegahannya :
1.      Pakai sepatu anti slip
2.      Jangan pakai sepatu dengan hak tinggi, tali sepatu longgar
3.      Hati-hati bila berjalan pada lantai yang sedang dipel (basah dan licin) atau tidak rata konstruksinya.
4.      Pemeliharaan lantai dan tangga

2.      Mengangkat beban
Mengangkat beban merupakan pekerjaan yang cukup berat, terutama bila mengabaikan kaidah ergonomi.
Akibatnya:
a.       cedera pada punggung.
Pencegahannya :
1.      Beban jangan terlalu berat
2.      Jangan berdiri terlalu jauh dari beban
3.      Jangan mengangkat beban dengan posisi membungkuk tapi pergunakanlah tungkai bawah sambil berjongkok
4.      Pakaian penggotong jangan terlalu ketat sehingga pergerakan terhambat

3.      Mengambil sample darah/cairan tubuh lainnya.
Akibatnya :
a.       Tertusuk jarum suntik
b.      Tertular virus AIDS, Hepatitis B
Pencegahannya :
1.      Gunakan alat suntik sekali pakai
2.      Jangan tutup kembali atau menyentuh jarum suntik yang telah dipakai tapi langsung dibuang ke tempat yang telah disediakan (sebaiknya gunakan destruction clip).
3.      Bekerja di bawah pencahayaan yang cukup

4.      Risiko terjadi kebakaran (sumber: bahan kimia, kompor) bahan desinfektan yang mungkin mudah menyala (flammable) dan beracun.Kebakaran terjadi bila terdapat 3 unsur bersama sama yaitu: oksigen, bahan yang mudah terbakar dan panas.

Akibatnya :
a.       Timbulnya kebakaran dengan akibat luka bakar dari ringan sampai berat
bahkan kematian.
b.      Timbul keracunan akibat kurang hati-hati.
Pencegahannya :
1.      Konstruksi bangunan yang tahan api
2.      Sistem penyimpanan yang baik terhadap bahan-bahan yang mudah terbakar
3.      Pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya kebakaran
4.      Sistem tanda kebakaran
a.       Manual yang memungkinkan seseorang menyatakan tanda bahaya dengan segera
b.      Otomatis yang menemukan kebakaran dan memberikan tanda secara otomatis
c.       Jalan untuk menyelamatkan diri
d.      Perlengkapan dan penanggulangan kebakaran.
e.       Penyimpanan dan penanganan zat kimia yang benar dan aman.

2.3      Penyakit Akibat Kerja & Penyakit Akibat Hubungan Kerja di laboratorium kesehatan
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab, harus ada hubungan sebab akibat antara proses penyakit dan hazard di tempat kerja. Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan sebagai penyebab timbulnya Penyakit Akibat Kerja. Sebagai contoh antara lain debu silika dan Silikosis, uap timah dan keracunan timah. Akan tetapi penyebab terjadinya akibat kesalahan faktor manusia juga (WHO). Berbeda dengan Penyakit Akibat Kerja, Penyakit Akibat Hubungan Kerja (PAHK) sangat luas ruang lingkupnya. Menurut Komite Ahli WHO (1973), Penyakit Akibat Hubungan Kerja adalah “penyakit dengan penyebab multifaktorial, dengan kemungkinan besar berhubungan dengan pekerjaan dan kondisi tempat kerja. Pajanan di tempat kerja tersebut memperberat, mempercepat terjadinya serta menyebabkan kekambuhan penyakit.

Penyakit akibat kerja di laboratorium kesehatan umumnya berkaitan dengan faktor biologis (kuman patogen yang umumnya berasal dari pasien); faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil namun terus menerus seperti antiseptik pada kulit, zat kimia/solvent yang menyebabkan kerusakan hati; faktor ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat pasien salah); faktor fisik dalam dosis kecil yang terus menerus (panas pada kulit, tegangan tinggi, radiasi dll.); faktor psikologis (ketegangan di kamar penerimaan pasien, gawat darurat, karantina dll.)


a.       Faktor Biologis
Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi berkembang biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang bersumber dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi dan udara. Virus yang menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hep. B) dapat menginfeksi pekerja hanya akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus.

Angka kejadian infeksi nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi. Secara teoritis kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar, sebagai contoh dokter di RS mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar dari pada dokter yang praktek pribadi atau swasta, dan bagi petugas Kebersihan menangani limbah yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang tercemar kuman patogen, debu beracun mempunyai peluang terkena infeksi
Pencegahan :
1.      Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan, epidemilogi dan desinfeksi.
2.      Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan dalam keadaan sehat badani, punya cukup kekebalan alami untuk bekrja dengan bahan infeksius, dan dilakukan imunisasi.
3.      Melakukan pekerjaan laboratorium dengan praktek yang benar (Good Laboratory Practice)
4.      Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar.
5.      Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius dan spesimen secara benar
6.      Pengelolaan limbah infeksius dengan benar
7.      Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.
8.      Kebersihan diri dari petugas.

b.      Faktor Kimia
Petugas di laboratorium kesehatan yang sering kali kontak dengan bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika, demikian pula dengan solvent yang banyak digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan mereka. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan toksik ( trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang
terpapar.
Pencegahan :
1.      ”Material safety data sheet” (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk diketahui oleh seluruh petugas laboratorium.
2.      Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah tertelannyabahan kimia dan terhirupnya aerosol.
3.      Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek, jas laboratorium) dengan benar.
4.      Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan lensa.
5.      Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.




c.       Faktor Ergonomi
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat, cara, proses dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai To fit the Job to the Man and to fit the Man to the Job Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain).

d.      Faktor Fisik
Faktor fisik di laboratorium kesehatan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja meliputi:
1.      Kebisingan, getaran akibat mesin dapat menyebabkan stress dan ketulian
2.      Pencahayaan yang kurang di ruang kamar pemeriksaan, laboratorium, ruang perawatan dan kantor administrasi dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan kecelakaan kerja.
3.      Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja
4.      Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.
5.      Terkena radiasi
Khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi pemeriksaan, penggunaannya meningkat sangat tajam dan jika tidak dikontrol dapat membahayakan petugas yang menangani. Pencegahan :
1.      Pengendalian cahaya di ruang laboratorium.
2.      Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.
3.      Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi
4.      Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.
5.      Pelindung mata untuk sinar laser
6.      Filter untuk mikroskop

e.       Faktor Psikososial
Beberapa contoh faktor psikososial di laboratorium kesehatan yang dapat menyebabkan stress :
1.      Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup mati seseorang. Untuk itu pekerja di laboratorium kesehatan di tuntut untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan keramahan-tamahan
2.      Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.
3.      Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama teman kerja.
4.      Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal ataupun informal.

2.4      Pengendalian Penyakit Akibat Kerja Dan Kecelakaan Melalui Penerapan Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

a.      Pengendalian Melalui Perundang-undangan (Legislative Control)
Pengendalian melalui perundang-undangan antara lain :
1.      UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Petugas kesehatan dan non kesehatan
2.      UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
3.      UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
4.      Peraturan Menteri Kesehatan tentang higene dan sanitasi lingkungan.
5.      Peraturan penggunaan bahan-bahan berbahaya
6.      Peraturan/persyaratan pembuangan limbah dll.

b.      Pengendalian melalui Administrasi / Organisasi (Administrative control)
Pengendalian melalui Administrasi / Organisasi (Administrative control) antara lain:
1.      Persyaratan penerimaan tenaga medis, para medis, dan tenaga non medis yang meliputi batas umur, jenis kelamin, syarat kesehatan
2.      Pengaturan jam kerja, lembur dan shift
3.      Menyusun Prosedur Kerja Tetap (Standard Operating Procedure) untuk masing-masing instalasi dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaannya
4.      Melaksanakan prosedur keselamatan kerja (safety procedures) terutama untuk pengoperasian alat-alat yang dapat menimbulkan kecelakaan (boiler, alat-alat radiology, dll) dan melakukan pengawasan agar prosedur tersebut dilaksanakan
5.      Melaksanakan pemeriksaan secara seksama penyebab kecelakaan kerja dan mengupayakan pencegahannya.

c.       Pengendalian Secara Teknis (Engineering Control)
Pengendalian secara teknis (Engineering Control) antara lain:
1.      Substitusi dari bahan kimia, alat kerja atau proses kerja
2.      Isolasi dari bahan-bahan kimia, alat kerja, proses kerja dan petugas kesehatan dan non kesehatan (penggunaan alat pelindung)
3.      Perbaikan sistim ventilasi, dan lain-lain



d.      Pengendalian Melalui Jalur Kesehatan (Medical Control)
Pengendalian melalui jalur kesehatan yaitu upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat pekerja. Disini diperlukan system rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara cepat dan tepat (prompt-treatment). Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi

1.      Pemeriksaan Awal
Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang calon / pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya.
Pemerikasaan kesehatan awal ini meliputi:
a.       Anamnese umum
b.      Anamnese pekerjaan
c.       Penyakit yang pernah diderita
d.      Alrergi
e.       Imunisasi yang pernah didapat
f.       Pemeriksaan badan
g.      Pemeriksaan laboratorium rutin
h.      Pemeriksaan tertentu:
i.        Tuberkulin test
j.        Psiko test

2.      Pemeriksaan Berkal
Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan  jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan berkala. Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.

3.      Pemeriksaan Khusus
Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja.

e.       Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Laboratorium
Perusahaan melakukan beberapa tindakan untuk mencegah kecelakaan kerja yang terjadi bagi pekerjanya khususnya di bagian laboratorium yaitu dengan menerapkan Sistem Manajemen Kebijakan dan Keselamatan Kerja yang dimulai dari beberapa tahapan yaitu : Planning (perencanaan),Organizing (organisasi), Actuating (pelaksanaan), Controlling (pengawasan).
1.      Planning (Perencanaan)
Berfungsi untuk menentukan kegiatan yang akan dilakukan di masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan khususnya keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium.


2.      Organizing (Organisasi)
Berfungsi untuk :
a.       Menyusun garis besar pedoman keamanan kerja laboratorium
b.      Memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan pelaksana-an keamanan kerja laboratorium
c.       Memantau pelaksanaan pedoman keamanan kerja laboratorium
d.      Memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan penerbitan izin laboratorium
e.       Mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari suatu laboratorium

3.      Actuating (Pelaksanaan)
Berfungsi untuk mendorong semangat kerja pekerja, mengerahkan aktivitas pekerja, mengkoordinasikan berbagai aktivitas pekerja menjadi aktivitas yang kompak (sinkron), sehingga semua aktivitas pekerja sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.

4.      Controlling (Pengawasan)
Berfungsi untuk mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang dikehendaki.
Untuk dapat menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip pokok, yaitu: adanya rencana dan adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan. Dalam pengawasan perlu adanya sosialisasi tentang perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersama di laboratorium. Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan.

Dalam laboratorium perlu dibentuk pengawasan laboratorium yang tugasnya antara lain :
a.       Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek-praktek laboratorium yang baik, benar dan aman
b.      Memastikan semua petugas laboratorium memahami cara-cara menghindari risiko bahaya dalam laboratorium
c.       Melakukan penyelidikan/pengusutan segala peristiwa berbahaya atau kecelakaan.
d.      Mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan kerja laboratorium
e.       Melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan mencegah meluasnya bahaya tersebut.










BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Kesehatan dan keselamatan kerja di Laboratorium Kesehatan bertujuan agar petugas, masyarakat dan lingkungan laboratorium kesehatan saat bekerja selalu dalam keadaan sehat, nyaman, selamat, produktif dan sejahtera. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, perlu kemauan, kemampuan dan kerjasama yang baik dari semua pihak. Pihak pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan sebagai lembaga yang bertanggung-jawab terhadap kesehatan masyarakat, memfasilitasi pembentukan berbagai peraturan, petunjuk teknis dan pedoman K3 di laboratorium kesehatan serta menjalin kerjasama lintas program maupun lintas sektor terkait dalam pembinaan K3 tersebut. Keterlibatan dan komitmen yang tinggi dari pihak manajemen atau pengelola laboratorium kesehatan mempunyai peran sentral dalam pelaksanaan program ini. Demikian pula dengan pihak petugas kesehatan dan non kesehatan yang menjadi sasaran program K3 ini harus berpartisipasi secara aktif, bukan hanya sebagai obyek tetapi juga berperan sebagai subyek dari upaya mulia ini.

3.2  Saran
Melalui kegiatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja , diharapkan petugas kesehatan dan non kesehatan yang bekerja di laboratorium kesehatan dapat bekerja dengan lebih produktif, sehingga tugas sebagai pelayan kesehatan kepada masyarakat dapat ditingkatkan mutunya.


DAFTAR PUSTAKA
Tresnaningsih moh, phd,spok, dr. Erna. Kesehatan dan keselamatan kerja Laboratorium kesehatan. Dalam http://www.depkes.go.id diakses pada 20 Oktobern 2010 19.10 WIB.
Triani, Nurul. Kesehatan dan keselamatan kerja dalam laboratorium. Dalam
http://repository.ui.ac.id diakses pada 20 Oktobern 2010 19.15 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar