BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pelaksanaan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk
menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan,
sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas
kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian
materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi
secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada
masyarakat luas.
Penyakit
Akibat Kerja (PAK) dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (PAHK) di kalangan
petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan
baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa
negara maju dari beberapa pengamatan, menunjukan kecenderungan peningkatan
prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran
pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak
pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman
walaupun sudah tersedia.
Kesehatan
kerja mempengaruhi manusia dalam hubunganya dengan pekerjaan dan lingkungan
kerjanya, baik secara fisik maupun psikis yang meliputi, antara lain: metode
bekerja, kondisi kerja dan lingkungan kerja yang mungkin dapat menyebabkan
kecelakaan, penyakit ataupun perubahan dari kesehatan seseorang. Pada
hakekatnya ilmu kesehatan kerja mempelajari dinamika, akibat dan problematika
yang ditimbulkan akibat hubungan interaktif. Tiga komponen utama yang
mempengaruhi seseorang bila bekerja yaitu:
a.
Kapasitas
kerja: Status kesehatan kerja, gizi kerja, dan lain-lain.
b.
Beban
kerja: fisik maupun mental.
c.
Beban
tambahan yang berasal dari lingkungan kerja antara lain:bising, panas,
debu,parasit, dan lain-lain.
Bila ketiga komponen tersebut serasi
maka bisa dicapai suatu kesehatan kerja yang optimal. Sebaliknya bila terdapat
ketidakserasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit
ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan
produktifitas kerja.
1.2 Rumusan
Masalah
a.
Bagaimanakah
Identifikasi Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Laboratorium Kesehatan Dan
Pencegahannya?
b.
Bagaimanakah
Penyakit Akibat Kerja & Penyakit Akibat Hubungan Kerja di laboratorium
kesehatan?
c.
Bagaimanakah
Pengendalian Penyakit Akibat Kerja Dan Kecelakaan Melalui Penerapan Kesehatan
Dan Keselamatan Kerja?
1.3 Tujuan
Penulisan
a.
Mengetahui
Identifikasi Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Laboratorium Kesehatan Dan
Pencegahannya
b.
Mengetahui
Penyakit Akibat Kerja & Penyakit Akibat Hubungan Kerja di laboratorium
kesehatan
c.
Mengetahui
Pengendalian Penyakit Akibat Kerja Dan Kecelakaan Melalui Penerapan Kesehatan
Dan Keselamatan Kerja
1.4 Manfaat
Penulisan
Dengan
adanya pembahasan mengenai SMK3 di laboratorium ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan dan dapat diterapkan dalam setap laboratorium sesuai dengan SMK3.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Laboratorium
Laboratorium adalah sarana yang
dipergunakan untuk melakukan pengukuran, penetapan, dan pengujian terhadap
bahan yang digunakan untuk penentuan formula obat yang akan dibuat.
Laboratorium Kesehatan adalah sarana kesehatan yang melaksanakan pengukuran,
penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia atau bahan
yang bukan berasal dari manusia untuk penentuan jenis penyakit, penyebab
penyakit, kondisi kesehatan dan faktor yang dapat berpengaruh terhadap
kesehatan perorangan dan masyarakat.
Untuk dapat menerapkan K3 yang baik,
fasilitas laboratorium harus memenuhi beberapa persyaratan berikut ini:
a.
Harus
mempunyai sistem ventilasi yang memadai agar sirkulasi udara berjalan lancar.
b.
Harus
mempunyai alat pemadam kebakaran terhadap bahan kimia yang berbahaya yang
dipakai.
c.
Harus
menyediakan alat pembakar gas yang terbuka untuk menghindari bahaya kebakaran.
d.
Meja
yang digunakan harus diberi bibir untuk menahan tumpahan larutan yang mudah terbakar,
korosif dan melindungi tempat yang aman dari bahaya kebakaran
e.
Menyediakan
dua buah jalan keluar untuk keluar dari kebakaran dan terpisah sejauh mungkin.
f.
Tempat
penyimpanan di laboratorium di desain untuk mengurangi sekecil mungkin risiko
oleh bahan-bahan berbahaya dalam jumlah besar.
g.
Harus
tersedianya alat Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K).
h.
Kesiapan
menghindari panas sejauh mungkin dengan memakai alat pembakar gas yang terbuka
untuk menghindari bahaya kebakaran.
i.
Untuk
menahan tumpahan larutan yang mudah terbakar dan melindungi tempat yang aman
dari bahaya kebakaran dapat disediakan bendung bendung talam.
2.2 Identifikasi
Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Laboratorium Kesehatan Dan Pencegahann
A. Kecelakaan
Kerja
Kecelakaan kerja adalah kejadian
yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Biasanya kecelakaan menyebabkan,
kerugian material dan penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang
paling berat. Kecelakaan di laboratorium dapat berbentuk 2 jenis yaitu :
1. Kecelakaan medis, jika yang menjadi
korban adalah pasien
2. Kecelakaan kerja, jika yang menjadi
korban adalah petugas laboratorium itu sendiri.
Penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi dalam kelompok :
1. Kondisi berbahaya (unsafe
condition), yaitu yang tidak aman dari
a. Mesin, peralatan, bahan dan
lain-lain
b. Lingkungan kerja
c. Proses kerja
d. Sifat pekerjaan
e. Cara kerja
2. Perbuatan berbahaya (unsafe act),
yaitu perbuatan berbahaya dari manusia, yang dapat terjadi antara lain karena:
a. Kurangnya pengetahuan dan
keterampilan pelaksana
b. Cacat tubuh yang tidak kentara
(bodily defect)
c. Keletihanan dan kelemahan daya tahan
tubuh.
d. Sikap dan perilaku kerja yang tidak
baik
Beberapa contoh kecelakaan yang banyak terjadi di
laboratorium
1. Terpeleset, biasanya karena lantai
licin.
Terpeleset dan terjatuh adalah
bentuk kecelakaan kerja yang dapat terjadi di laboratorium. Akibatnya:
a. Ringan: memar
b. Berat: fraktura, dislokasi, memar
otak, dll.
Pencegahannya :
Pencegahannya :
1. Pakai sepatu anti slip
2. Jangan pakai sepatu dengan hak
tinggi, tali sepatu longgar
3. Hati-hati bila berjalan pada lantai
yang sedang dipel (basah dan licin) atau tidak rata konstruksinya.
4. Pemeliharaan lantai dan tangga
2. Mengangkat beban
Mengangkat beban merupakan pekerjaan
yang cukup berat, terutama bila mengabaikan kaidah ergonomi.
Akibatnya:
a. cedera pada punggung.
Pencegahannya :
1. Beban jangan terlalu berat
2. Jangan berdiri terlalu jauh dari
beban
3. Jangan mengangkat beban dengan
posisi membungkuk tapi pergunakanlah tungkai bawah sambil berjongkok
4. Pakaian penggotong jangan terlalu
ketat sehingga pergerakan terhambat
3. Mengambil sample darah/cairan tubuh
lainnya.
Akibatnya :
a. Tertusuk jarum suntik
b. Tertular virus AIDS, Hepatitis B
Pencegahannya :
1. Gunakan alat suntik sekali pakai
2. Jangan tutup kembali atau menyentuh
jarum suntik yang telah dipakai tapi langsung dibuang ke tempat yang telah
disediakan (sebaiknya gunakan destruction clip).
3. Bekerja di bawah pencahayaan yang
cukup
4. Risiko terjadi kebakaran (sumber:
bahan kimia, kompor) bahan desinfektan yang mungkin mudah menyala (flammable)
dan beracun.Kebakaran terjadi bila terdapat 3 unsur bersama sama yaitu:
oksigen, bahan yang mudah terbakar dan panas.
Akibatnya :
a. Timbulnya kebakaran dengan akibat
luka bakar dari ringan sampai berat
bahkan kematian.
bahkan kematian.
b. Timbul keracunan akibat kurang
hati-hati.
Pencegahannya :
Pencegahannya :
1. Konstruksi bangunan yang tahan api
2. Sistem penyimpanan yang baik
terhadap bahan-bahan yang mudah terbakar
3. Pengawasan terhadap kemungkinan
timbulnya kebakaran
4. Sistem tanda kebakaran
a. Manual yang memungkinkan seseorang
menyatakan tanda bahaya dengan segera
b. Otomatis yang menemukan kebakaran
dan memberikan tanda secara otomatis
c. Jalan untuk menyelamatkan diri
d. Perlengkapan dan penanggulangan
kebakaran.
e. Penyimpanan dan penanganan zat kimia
yang benar dan aman.
2.3
Penyakit Akibat Kerja & Penyakit
Akibat Hubungan Kerja di laboratorium kesehatan
Penyakit
Akibat Kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau
asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri dari satu agen
penyebab, harus ada hubungan sebab akibat antara proses penyakit dan hazard di
tempat kerja. Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan sebagai
penyebab timbulnya Penyakit Akibat Kerja. Sebagai contoh antara lain debu
silika dan Silikosis, uap timah dan keracunan timah. Akan tetapi penyebab
terjadinya akibat kesalahan faktor manusia juga (WHO). Berbeda dengan Penyakit
Akibat Kerja, Penyakit Akibat Hubungan Kerja (PAHK) sangat luas ruang
lingkupnya. Menurut Komite Ahli WHO (1973), Penyakit Akibat Hubungan Kerja
adalah “penyakit dengan penyebab multifaktorial, dengan kemungkinan besar
berhubungan dengan pekerjaan dan kondisi tempat kerja. Pajanan di tempat kerja
tersebut memperberat, mempercepat terjadinya serta menyebabkan kekambuhan
penyakit.
Penyakit
akibat kerja di laboratorium kesehatan umumnya berkaitan dengan faktor biologis
(kuman patogen yang umumnya berasal dari pasien); faktor kimia (pemaparan dalam
dosis kecil namun terus menerus seperti antiseptik pada kulit, zat
kimia/solvent yang menyebabkan kerusakan hati; faktor ergonomi (cara duduk
salah, cara mengangkat pasien salah); faktor fisik dalam dosis kecil yang terus
menerus (panas pada kulit, tegangan tinggi, radiasi dll.); faktor psikologis
(ketegangan di kamar penerimaan pasien, gawat darurat, karantina dll.)
a. Faktor Biologis
Lingkungan
kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi berkembang biaknya strain kuman
yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci,
yang bersumber dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi dan udara. Virus
yang menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hep. B)
dapat menginfeksi pekerja hanya akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya
karena tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus.
Angka
kejadian infeksi nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi. Secara
teoritis kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar, sebagai contoh
dokter di RS mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar dari
pada dokter yang praktek pribadi atau swasta, dan bagi petugas Kebersihan
menangani limbah yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang tercemar
kuman patogen, debu beracun mempunyai peluang terkena infeksi
Pencegahan :
1. Seluruh pekerja harus mendapat
pelatihan dasar tentang kebersihan, epidemilogi dan desinfeksi.
2. Sebelum bekerja dilakukan
pemeriksaan kesehatan untuk memastikan dalam keadaan sehat badani, punya cukup
kekebalan alami untuk bekrja dengan bahan infeksius, dan dilakukan imunisasi.
3. Melakukan pekerjaan laboratorium
dengan praktek yang benar (Good Laboratory Practice)
4. Menggunakan desinfektan yang sesuai
dan cara penggunaan yang benar.
5. Sterilisasi dan desinfeksi terhadap
tempat, peralatan, sisa bahan infeksius dan spesimen secara benar
6. Pengelolaan limbah infeksius dengan
benar
7. Menggunakan kabinet keamanan
biologis yang sesuai.
8. Kebersihan diri dari petugas.
b. Faktor Kimia
Petugas di
laboratorium kesehatan yang sering kali kontak dengan bahan kimia dan
obat-obatan seperti antibiotika, demikian pula dengan solvent yang banyak
digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang
paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak
negatif terhadap kesehatan mereka. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah
dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi
(amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan
toksik ( trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau
terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan
kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan
yang irreversible pada daerah yang
terpapar.
terpapar.
Pencegahan :
1. ”Material safety data sheet” (MSDS)
dari seluruh bahan kimia yang ada untuk diketahui oleh seluruh petugas
laboratorium.
2. Menggunakan karet isap (rubber bulb)
atau alat vakum untuk mencegah tertelannyabahan kimia dan terhirupnya aerosol.
3. Menggunakan alat pelindung diri
(pelindung mata, sarung tangan, celemek, jas laboratorium) dengan benar.
4. Hindari penggunaan lensa kontak,
karena dapat melekat antara mata dan lensa.
5. Menggunakan alat pelindung
pernafasan dengan benar.
c. Faktor Ergonomi
Ergonomi
sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat, cara, proses dan
lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk
terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai
efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan
kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai To fit the
Job to the Man and to fit the Man to the Job Sebagian besar pekerja di
perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja dalam posisi yang
kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan, hal ini disebabkan
peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang disainnya tidak sesuai
dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat
menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka
panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan
yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain).
d. Faktor Fisik
Faktor
fisik di laboratorium kesehatan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja
meliputi:
1. Kebisingan, getaran akibat mesin dapat
menyebabkan stress dan ketulian
2. Pencahayaan yang kurang di ruang
kamar pemeriksaan, laboratorium, ruang perawatan dan kantor administrasi dapat
menyebabkan gangguan penglihatan dan kecelakaan kerja.
3. Suhu dan kelembaban yang tinggi di
tempat kerja
4. Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat
lingkungan sekitar.
5. Terkena radiasi
Khusus untuk radiasi, dengan
berkembangnya teknologi pemeriksaan, penggunaannya meningkat sangat tajam dan
jika tidak dikontrol dapat membahayakan petugas yang menangani. Pencegahan :
1. Pengendalian cahaya di ruang
laboratorium.
2. Pengaturan ventilasi dan penyediaan
air minum yang cukup memadai.
3. Menurunkan getaran dengan bantalan
anti vibrasi
4. Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.
5. Pelindung mata untuk sinar laser
6. Filter untuk mikroskop
e. Faktor Psikososial
Beberapa
contoh faktor psikososial di laboratorium kesehatan yang dapat menyebabkan
stress :
1. Pelayanan kesehatan sering kali
bersifat emergency dan menyangkut hidup mati seseorang. Untuk itu pekerja di
laboratorium kesehatan di tuntut untuk memberikan pelayanan yang tepat dan
cepat disertai dengan kewibawaan dan keramahan-tamahan
2. Pekerjaan pada unit-unit tertentu
yang sangat monoton.
3. Hubungan kerja yang kurang serasi
antara pimpinan dan bawahan atau sesama teman kerja.
4. Beban mental karena menjadi panutan
bagi mitra kerja di sektor formal ataupun informal.
2.4
Pengendalian Penyakit Akibat Kerja
Dan Kecelakaan Melalui Penerapan Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
a.
Pengendalian Melalui
Perundang-undangan (Legislative Control)
Pengendalian melalui perundang-undangan
antara lain :
1. UU No. 14 Tahun 1969 Tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Petugas kesehatan dan non kesehatan
2. UU No. 1 tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja.
3. UU No. 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan
4. Peraturan Menteri Kesehatan tentang
higene dan sanitasi lingkungan.
5. Peraturan penggunaan bahan-bahan
berbahaya
6. Peraturan/persyaratan pembuangan
limbah dll.
b.
Pengendalian melalui Administrasi /
Organisasi (Administrative control)
Pengendalian melalui Administrasi /
Organisasi (Administrative control) antara lain:
1. Persyaratan penerimaan tenaga medis,
para medis, dan tenaga non medis yang meliputi batas umur, jenis kelamin,
syarat kesehatan
2. Pengaturan jam kerja, lembur dan
shift
3. Menyusun Prosedur Kerja Tetap
(Standard Operating Procedure) untuk masing-masing instalasi dan melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaannya
4. Melaksanakan prosedur keselamatan
kerja (safety procedures) terutama untuk pengoperasian alat-alat yang dapat
menimbulkan kecelakaan (boiler, alat-alat radiology, dll) dan melakukan
pengawasan agar prosedur tersebut dilaksanakan
5. Melaksanakan pemeriksaan secara
seksama penyebab kecelakaan kerja dan mengupayakan pencegahannya.
c.
Pengendalian Secara Teknis
(Engineering Control)
Pengendalian secara teknis
(Engineering Control) antara lain:
1. Substitusi dari bahan kimia, alat
kerja atau proses kerja
2. Isolasi dari bahan-bahan kimia, alat
kerja, proses kerja dan petugas kesehatan dan non kesehatan (penggunaan alat
pelindung)
3. Perbaikan sistim ventilasi, dan
lain-lain
d.
Pengendalian Melalui Jalur Kesehatan
(Medical Control)
Pengendalian
melalui jalur kesehatan yaitu upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin
dengan cara mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang
dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan
pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri
maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan
kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan
kemampuan produktivitas masyarakat pekerja. Disini diperlukan system rujukan
untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara cepat dan tepat
(prompt-treatment). Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan
kesehatan pekerja yang meliputi
1. Pemeriksaan Awal
Adalah pemeriksaan kesehatan yang
dilakukan sebelum seseorang calon / pekerja (petugas kesehatan dan non
kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan mengetahui
apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan
pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya.
Pemerikasaan kesehatan awal ini
meliputi:
a. Anamnese umum
b. Anamnese pekerjaan
c. Penyakit yang pernah diderita
d. Alrergi
e. Imunisasi yang pernah didapat
f. Pemeriksaan badan
g. Pemeriksaan laboratorium rutin
h. Pemeriksaan tertentu:
i.
Tuberkulin
test
j.
Psiko
test
2. Pemeriksaan Berkal
Adalah
pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan
besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil
jarak waktu antar pemeriksaan berkala. Ruang lingkup pemeriksaan disini
meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal
dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko
kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.
3. Pemeriksaan Khusus
Yaitu
pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu pemeriksaan
berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat
mengganggu kesehatan pekerja.
e.
Sistem Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja di Laboratorium
Perusahaan
melakukan beberapa tindakan untuk mencegah kecelakaan kerja yang terjadi bagi
pekerjanya khususnya di bagian laboratorium yaitu dengan menerapkan Sistem
Manajemen Kebijakan dan Keselamatan Kerja yang dimulai dari beberapa tahapan
yaitu : Planning (perencanaan),Organizing (organisasi), Actuating
(pelaksanaan), Controlling (pengawasan).
1. Planning (Perencanaan)
Berfungsi
untuk menentukan kegiatan yang akan dilakukan di masa mendatang guna mencapai
tujuan yang telah ditetapkan khususnya keselamatan dan kesehatan kerja di
laboratorium.
2. Organizing (Organisasi)
Berfungsi untuk :
a. Menyusun garis besar pedoman
keamanan kerja laboratorium
b. Memberikan bimbingan, penyuluhan,
pelatihan pelaksana-an keamanan kerja laboratorium
c. Memantau pelaksanaan pedoman
keamanan kerja laboratorium
d. Memberikan rekomendasi untuk bahan
pertimbangan penerbitan izin laboratorium
e. Mengatasi dan mencegah meluasnya
bahaya yang timbul dari suatu laboratorium
3. Actuating (Pelaksanaan)
Berfungsi
untuk mendorong semangat kerja pekerja, mengerahkan aktivitas pekerja,
mengkoordinasikan berbagai aktivitas pekerja menjadi aktivitas yang kompak
(sinkron), sehingga semua aktivitas pekerja sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan sebelumnya.
4. Controlling (Pengawasan)
Berfungsi
untuk mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana
yang ditetapkan atau hasil yang dikehendaki.
Untuk dapat menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip pokok, yaitu: adanya rencana dan adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan. Dalam pengawasan perlu adanya sosialisasi tentang perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersama di laboratorium. Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan.
Untuk dapat menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip pokok, yaitu: adanya rencana dan adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan. Dalam pengawasan perlu adanya sosialisasi tentang perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersama di laboratorium. Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan.
Dalam
laboratorium perlu dibentuk pengawasan laboratorium yang tugasnya antara lain :
a. Memantau dan mengarahkan secara berkala
praktek-praktek laboratorium yang baik, benar dan aman
b. Memastikan semua petugas
laboratorium memahami cara-cara menghindari risiko bahaya dalam laboratorium
c. Melakukan penyelidikan/pengusutan
segala peristiwa berbahaya atau kecelakaan.
d. Mengembangkan sistem pencatatan dan
pelaporan tentang keamanan kerja laboratorium
e. Melakukan tindakan darurat untuk
mengatasi peristiwa berbahaya dan mencegah meluasnya bahaya tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesehatan
dan keselamatan kerja di Laboratorium Kesehatan bertujuan agar petugas,
masyarakat dan lingkungan laboratorium kesehatan saat bekerja selalu dalam
keadaan sehat, nyaman, selamat, produktif dan sejahtera. Untuk dapat mencapai
tujuan tersebut, perlu kemauan, kemampuan dan kerjasama yang baik dari semua
pihak. Pihak pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan sebagai lembaga yang
bertanggung-jawab terhadap kesehatan masyarakat, memfasilitasi pembentukan
berbagai peraturan, petunjuk teknis dan pedoman K3 di laboratorium kesehatan
serta menjalin kerjasama lintas program maupun lintas sektor terkait dalam
pembinaan K3 tersebut. Keterlibatan dan komitmen yang tinggi dari pihak
manajemen atau pengelola laboratorium kesehatan mempunyai peran sentral dalam
pelaksanaan program ini. Demikian pula dengan pihak petugas kesehatan dan non
kesehatan yang menjadi sasaran program K3 ini harus berpartisipasi secara
aktif, bukan hanya sebagai obyek tetapi juga berperan sebagai subyek dari upaya
mulia ini.
3.2 Saran
Melalui
kegiatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja , diharapkan petugas kesehatan dan non
kesehatan yang bekerja di laboratorium kesehatan dapat bekerja dengan lebih
produktif, sehingga tugas sebagai pelayan kesehatan kepada masyarakat dapat
ditingkatkan mutunya.
DAFTAR PUSTAKA
Tresnaningsih moh, phd,spok, dr. Erna.
Kesehatan dan keselamatan kerja Laboratorium kesehatan. Dalam http://www.depkes.go.id
diakses pada 20 Oktobern 2010 19.10 WIB.
Triani, Nurul. Kesehatan dan keselamatan kerja dalam laboratorium. Dalam http://repository.ui.ac.id diakses pada 20 Oktobern 2010 19.15 WIB.
Triani, Nurul. Kesehatan dan keselamatan kerja dalam laboratorium. Dalam http://repository.ui.ac.id diakses pada 20 Oktobern 2010 19.15 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar